Hari Anak Nasional, Sebuah Refleksi Para Pengemban Amanah

HARI ANAK NASIONAL. Setiap tanggal 23 Juli, bangsa Indonesia memperingati hari itu sebagai Hari Anak Nasional. Buat sebagian orang, ini mungkin cuma tanggal biasa. Tapi buat banyak dari kita yang telah menjadi orangtua, guru, atau siapa pun yang pernah ditatap dengan mata polos anak-anak, tanggal ini harusnya memiliki makna yang dalam.

gambar-hari-anak-nasional

Hari Anak Nasional, bisa jadi hanya menjadi sebuah perayaan seremonial biasa. Tapi, hari ini mungkin bisa menjadi hari bagi kita para orang tua, pendidik untuk bermuhasabah, kembali bertanya pada diri sendiri:

“Sudahkah aku menjadi tempat paling nyaman untuk anakku bertumbuh?”

“Sudahkah aku menjadi doa yang terus hidup dalam diam?”

“Sudahkah aku mengemban amanah ini dengan baik dan benar, sesuai ajaran dan sunnah Nabiku?”

Artikel ini penulis tulis bukan sekedar untuk memperingati Hari Anak, tapi sebagai ruang refleksi penulis pribadi yang sudah diamanahi 5 orang anak. Semoga tulisan ini pun bisa menjadi refleksi untuk sahabat pembaca, khususnya para orangtua.

Tulisan yang menjadi ruang bercerita, wasilah untuk bermuhasabah dan menangis diam-diam, serta merenung akan perilaku diri. Dibalik tawa ceria anak-anak kita, tersimpan banyak tanggung jawab dan amanah besar dari Allah subhanahu wata’ala, kepada kita, para pengemban amanah-Nya ini.

Anak Itu Amanah, Bukan Proyek Kehidupan

Beberapa waktu lalu, penulis berdiri di depan rumah sambil mengawasi si bungsu, yang sedang senang-senangnya bermain sepeda sepulang bersekolah. Dia tertawa, mengayuh sepedanya dengan kencang, berbelok dengan cepat, lalu tertawa lagi. Di tengah suara angin yang menyapu, hatiku seperti disambar kesadaran,

“Ya Allah, anak ini bukan milikku. Dia milik-Mu. Aku hanya Engkau titipi mereka, mereka adalah amanah-Mu kepada hamba.”

Kadang kita, sebagai orangtua, terlalu sibuk “mengatur masa depan anak” tanpa benar-benar hadir sebagai rumah yang membuat mereka merasa nyaman. Kita ingin mereka ranking 1, jadi juara, hafal Quran, menang lomba. Tapi kita lupa, mereka juga butuh dipeluk saat gagal, dipuji walau hanya menggambar gunung dan matahari, dan dimaafkan saat mereka membuat kesalahan kecil.

Penulis teringat pesan yang disampaikan seorang psikolog di postingan akun Instagramnya yang mengatakan, “Anak perempuan butuh kehadiran Ayahnya bukan untuk mendengar pendapat atau solusi dari sang Ayah, tapi ia hanya butuh didengarkan!”

Seringkali mereka butuh kehadiran sosok fisik Ayahnya, bukan untuk mendengar kita berceramah, memberikan solusi, memberikan arahan. Mereka butuh kita ada untuk mendengarkan, mendampingi, hadir dekat dengan mereka secara fisik.

Hal ini lah yang mereka butuhkan, kehadiran kita secara fisik akan membuat mereka nyaman, membuat mereka merasakan perhatian dari kita, sebagai Ayah, sebagai orang tua. Dalam Islam, anak adalah amanah, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam bersabda:

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya : “Sesungguhnya, setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Kita adalah pemimpin untuk anak-anak kita. Dan pemimpin yang baik, bukan yang galak. Tapi yang adil, sabar, dan tahu kapan harus bertindak sesuai situasi yang dibutuhkan. Tahu kapan harus memeluk daripada memarahi, kapan harus mengarahkan, kapan harus memberikan pendapat atau solusi dan kapan harus hanya menjadi pendengar yang baik.

Hari Anak Nasional dan Cermin untuk Kita, Orangtua

Memperhatikan anak adalah tugas dan tanggung jawab orangtua, dan itu harus dilakukan setiap saat, tidak hanya saat ada peringatan Hari Anak Nasional saja. Akan tetapi jika kita mau jujur, kadang kita baru tergerak memperhatikan anak-anak saat mereka menangis keras.

Padahal mereka seringkali menyampaikan rasa sakitnya lewat diam. Kita marah karena mereka salah menumpahkan sesuatu atau memecahkan barang secara tidak sengaja. Tapi sadar gak kita, bahwa itu mereka lakukan karena mereka ingin belajar menuang atau melakukan sesuatu sendiri, sebagai bagian dari proses mereka bertumbuh.

Kita omeli mereka karena kamar berantakan, tapi kita lupa, mereka tadi sedang bermain menjadi pahlawan yang sedang menyelamatkan bumi. Hari Anak Nasional seharusnya bisa menjadi momen bagi orang tua untuk bercermin, bermuhasabah atas perilaku kita selama menjadi pengemban amanah.

Sudahkah kita mendengarkan mereka? Bukan hanya mengatur?

Belajar dari Rasulullah

Dalam Islam, teladan terbesar kita, Rasulullah shallallaahu’alaihi wassalam, sangat lembut pada anak-anak. Bahkan beliau tak pernah segan bermain, menggendong, bahkan membiarkan cucunya naik ke punggung saat shalat.

Kisah Rasulullah bersama cucu-cucunya menjadi kisah inspirasi keteladanan bagi kita para orang tua. Kisah ini sering kita dengar dan ceritakan, tentang Hasan dan Husain yang memanjat tubuh Rasulullah saat beliau sedang sujud. Apa yang dilakukan Nabi?

Beliau memperpanjang sujud, hingga kedua cucunya puas bermain.

Rasul nggak marah. Rasul nggak bilang, “Eh jangan ganggu ya, Ayo sana! Cepet Shalat dulu!”

Beliau memilih untuk menghormati dunia anak-anak, tanpa mencabut hak mereka untuk bermain dan merasa bahagia.

Bayangkan jika kita sebagai orangtua punya hati selembut itu…

Hari Anak Nasional, Waktunya Melihat Dunia dari Mata Mereka

Anak-anak itu bukan orang dewasa versi kecil, mereka punya dunia sendiri. Imajinasi mereka lebih liar dari apa pun, dan kadang, mereka lebih jujur dalam mencintai dan memaafkan daripada orang dewasa mana pun.

Pernah suatu ketika, penulis berkata sedikit keras kepada si bungsu karena melakukan suatu kecerobohan kecil. Tanpa sadar perkataan penulis membuatnya terdiam. Tapi esoknya, saat penulis terserang penyakit dan harus tidur terpisah di kamar sendiri, si bungsu meletakkan kursi dan meja kecilnya di depan pintu kamar penulis.

Dia tertunduk, sambil menangis terseguk-seguk, dan samar terdengar ia melantunkan sebuah lagu tentang “Ayah”, yang aku sendiri gak tau ia belajar dari mana lagu itu. Ia merindukan kehadiranku disisinya, dan ia sangat sedih melihatku sakit, sehingga harus tidur terpisah di kamar tersendiri.

Luluh.

Pecah air mataku.

Mereka memang sering salah. Tapi mereka cepat belajar, dan mereka… cepat memaafkan.

Itulah anak, makhluk paling jujur dalam mencintai.

Hari Anak Nasional bukan cuma soal pesta dan lomba gambar. Tapi soal mengingatkan kita:

Jangan abaikan mata kecil yang selalu menatap kita sebagai pahlawan.

Doa dan Harapan untuk Anak di Hari Anak Nasional

Ada satu kebiasaan kecil yang selalu penulis usahakan untuk selalu dilakukan sejak mereka masih bayi, mendoakan mereka setiap selesai shalat atau dimanapun saat mengingat mereka.

“Ya Allah, jadikan mereka anak-anak yang shaleh dan sholehah. Lindungi mereka, jauhkan mereka dari segala marahabaya dan fitnah dunia. Dan jadikan Aku sebagai orang tua yang bisa menjadi teladan bagi mereka. Jauhkan mereka dari amarahku yang tak perlu, dan peluk dia dengan kasih sayang-Mu yang Maha luas…”

Islam mengajarkan bahwa doa orangtua adalah senjata paling tajam yang bisa mengubah takdir anak. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam bersabda:

 ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ. رواه الترمذي.

Artinya :“Tiga macam doa yang akan dikabulkan yang tidak ada keraguan padanya adalah doa orang yang terzalimi, doa musafir (orang yang sedang berpergian), dan doa (keburukan) dari bapak kepada anaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)

Di Hari Anak Nasional ini, yuk jadikan momen untuk memperbanyak doa terbaik untuk anak-anak kita. Karena mereka akan tumbuh, dan dunia tak selalu ramah. Tapi doa kita bisa jadi tameng, bahkan saat kita sudah tak lagi bisa memeluk mereka.

5 Cara Memaknai Hari Anak Nasional ala Islam

Berikut adalah tips yang bisa kita lakukan yang penulis pelajari dari beberapa buku Parenting Islami yang pernah penulis baca.

1. Peluk dan minta maaf

Kadang kita gengsi untuk meminta maaf duluan. Tapi coba peluk mereka dan bilang, “Maafin Ayah/Bunda ya, tadi marahnya kebablasan.” Itu akan mengajarkan anak bahwa memaafkan itu indah.

2. Bacakan kisah Nabi

Anak-anak suka cerita. Bacakan kisah Nabi Yusuf, Nabi Ibrahim, atau Luqman dan anaknya. Ajarkan nilai akhlak lewat kisah.

3. Berikan waktu khusus untuk bermain

Matikan HP. Taruh pekerjaan. 1 jam saja. Main bareng mereka. Tertawalah bareng. Dunia mereka akan terasa lebih lengkap dengan kehadiran kita.

4. Tulis surat cinta atau lagu untuk anak

Mungkin aneh, tapi menuliskan surat atau membuatkan mereka lagu akan jadi kenangan tak terlupakan buat mereka. Surat yang bilang betapa bangganya kita punya mereka, atau lagu yang menyatakan kecintaan, kebanggaan dan kerinduan kita pada mereka. Apalagi saat ini sudah jamannya Artifical Intelligent (AI), yang dengan teknologi ini membuat lagu sendiri bukan hal yang sulit, walaupun kita tidak jago bermain alat musik atau bernyanyi.

5. Sedekah untuk anak yatim

Sebagai bentuk rasa syukur karena masih bisa melihat anak kita tumbuh, yuk bantu anak-anak yang tidak seberuntung mereka. Rasulullah dekat banget dengan anak yatim, bahkan beliau sendiri yatim sejak kecil.

Negeri Anak-Anak Hebat

Anak-anak hari ini adalah pemimpin Indonesia esok hari. Kalau kita ingin negeri ini damai, penuh kasih, adil, dan beradab, maka didiklah anak-anak dengan cinta, bukan hanya aturan.

Berikan mereka ruang untuk bertumbuh, salah, mencoba, gagal, dan bangkit. Bantu mereka mengenal Allah lewat contoh, bukan cuma perintah.

Jangan hanya bilang, “Nak, shalat sana.”

Tapi tunjukkan bahwa kita juga shalat dengan khusyuk dan penuh cinta.

Mereka Akan Tumbuh, Tapi Kita Tak Akan Selamanya Ada

Anak-anak itu seperti benih yang ditanam di ladang. Mereka akan tumbuh sesuai tanah dan air yang kita berikan. Dan ketika besar nanti, mereka akan berjalan sendiri. Tapi akar itu, tetap akan mengingat siapa yang menanamnya.

Jadikan Hari Anak Nasional 23 Juli sebagai pengingat untuk kita bermuhasabah sebagai para pengemban amanah. Yuk kita perbaiki cara mencintai mereka, bukan dengan barang-barang yang serba mahal, tapi dengan waktu, pelukan, doa, serta teladan yang hidup.

Karena suatu hari nanti, kita akan menua. Rambut kita akan memutih, tapi suara kita akan terus hidup dalam hati mereka.

Suatu saat di masa depan mereka nanti, mereka akan mengingat :

“Ayah pernah bilang…”

“Bunda selalu mendoakan aku…”

Selamat Hari Anak Nasional, untuk semua anak-anak di Indonesia, wabil khusus untuk anak-anakku tercinta. Kalian bukan hanya amanah dari Sang Maha Pencipta, tapi kalian adalah anugerah terbesar yang Kami terima dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengasih.

Selamat untuk semua Ayah dan Bunda yang sedang berjuang menjadi rumah terbaik bagi Anak-anak.

Barakallahu fiikum.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Bikin sendiri Game Edukatif Interaktif dengan CANVA Gak Pake Ribet
This is default text for notification bar