BERBAKTI KEPADA ORANG TUA. Pernahkah kita merenung di satu waktu yang hening, mengenai apa arti sejati dari ibadah? Ibadah yang sering kita lakukan dengan tubuh ini, mungkin sudah kita pahami. Ibadah jasad, kita menyebutnya.
Gerak yang nyata, tampak jelas oleh mata, melibatkan setiap sendi dan otot dalam tubuh kita. Seperti saat kita menundukkan kepala dalam shalat, ketika tangan kita mengulurkan sedekah, atau saat kaki kita menapak di tanah suci dalam perjalanan haji. Setiap tindakan ini adalah wujud nyata dari ibadah jasad.
Namun, ada sisi lain dari ibadah yang mungkin luput dari perhatian kita. Ibadah hati, begitu kita menyebutnya. Ibadah yang tak kasat mata, hanya bisa dirasakan oleh kita sendiri.
Ini adalah keikhlasan yang tak pernah mencari pengakuan, prasangka baik yang selalu berusaha memaklumi, kerelaan yang menerima takdir dengan lapang dada, dan maaf yang tulus meski pernah terluka. Semua ini tak terlihat, tak terukur oleh pandangan manusia, tetapi Allah, Yang Maha Mengetahui, memberikan pahala yang setara dengan ibadah jasad untuk setiap getar hati yang tulus.
Dan di sinilah, di titik ini, kita mulai memahami perbedaan yang halus namun bermakna antara ibadah jasad dan ibadah hati. Dua sisi dari koin yang sama, saling melengkapi dalam perjalanan kita mencari ridha-Nya.
Berbakti kepada orang tua dikenal dengan istilah dalam islam birrul walidain ? Apakah itu termasuk ibadah jasad, atau justru ibadah hati? Mari kita pelan-pelan menelusuri jawabannya, seperti saat kita menyusuri aliran sungai yang tenang.
Dalam Surat Al-Isra ayat 23, Allah memberikan kita panduan yang begitu jelas tentang berbakti kepada orang tua.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra : 23)
Di sini, kita diajarkan untuk tidak berkata kasar, bahkan tidak boleh mengatakan “ah” kepada orang tua. Kita diminta untuk berbicara dengan lemah lembut, penuh rasa hormat dan akhlak mulia.
Ini adalah bentuk nyata dari ibadah jasad dalam berbakti kepada orang tua. Setiap kata yang terucap dari bibir kita, setiap nada suara yang terdengar lembut, adalah wujud nyata dari bakti itu.
Lalu, dalam ayat 24, kita diperintahkan untuk mendoakan mereka.
وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.” (QS. Al-Isra : 24)
Ayat ini adalah doa yang keluar dari hati yang penuh cinta dan syukur. Ketika lisan kita memohon kepada Allah untuk kebahagiaan dan keselamatan mereka, itu adalah ibadah lisan yang juga bagian dari ibadah jasad.
Jadi, kita melihat bahwa bakti kepada orang tua membutuhkan tindakan nyata. Gerakan yang jelas dan tampak. Seperti saat kita segera memenuhi permintaan mereka, atau memberikan hadiah kecil yang bisa membuat mereka tersenyum bahagia. Semua ini adalah ibadah jasad.
Namun, ketika kita lanjutkan ke ayat berikutnya, yaitu Al-Isra ayat ke-25, Allah menyentuh dimensi yang lebih dalam.
رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ
Artinya : “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu.” (QS. Al-Isra : 25)
Di sini, kita diajarkan bahwa Allah tidak hanya melihat tindakan kita, tetapi juga memahami apa yang ada di dalam hati kita. Ulama menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan kita bahwa bakti kepada orang tua juga melibatkan ibadah hati.
Tidak cukup hanya dengan mengikuti perintah mereka atau berbicara sopan kepada mereka. Bakti yang sejati juga harus berasal dari hati yang tulus, semata karena cinta kita kepada mereka, cinta kita kepada yang menciptakan kita, karena Dia-lah yang memerintahkan kita untuk mencintai kedua orang tua, sebagaimana ayat di atas.
Bayangkan, berapa banyak di antara kita yang selalu patuh pada perintah orang tua, yang selalu menjawab dengan sopan saat mereka berbicara. Tapi, di dalam hati kita, mungkin masih ada sisa-sisa prasangka kurang baik.
Mungkin kita merasa mereka terlalu keras kepala, atau pandangan mereka terlalu kolot untuk dunia kita saat ini yang serba modern dan maju dibandingkan dengan pemahaman atau pemikiran orang tua kita. Atau, mungkin ada saat-saat di mana cinta kita kepada mereka tak sepenuhnya tulus, seakan masih ada jarak antara hati kita dengan hati mereka.
Kita mungkin berpikir bahwa kita sudah berbakti dengan baik karena selalu hadir saat mereka membutuhkan. Namun, di dalam hati kita sesungguhnya masih tersimpan keraguan, penilaian, atau bahkan perasaan yang lebih mementingkan cinta kita kepada benda-benda yang kita miliki, dibandingkan dengan kecintaan kita kepada orang tua.
Banyak contoh yang bisa menunjukkan betapa seorang anak sebenarnya belum sepenuhnya berbakti dengan hatinya kepada orang tua. Bukan soal seberapa sering kita membantu mereka secara fisik, tapi juga seberapa tulus perasaan kita saat melakukannya.
Bisa jadi, inilah sebab mengapa hidup kita terasa kurang berkah, atau rezeki kita belum melimpah. Mungkin doa-doa kita belum terkabul karena bakti kita kepada orang tua masih terbatas pada ibadah jasad.
Sudah saatnya kita muhasabah diri. Merenung dalam-dalam dan bertanya pada hati kita sendiri, apakah kita sudah benar-benar berbakti kepada orang tua dengan segenap hati?Berbakti kepada orang tua bukan hanya soal tindakan yang kita lakukan di hadapan mereka, tetapi juga tentang ketulusan hati yang kita simpan di dalam terhadap kedua orang tua kita.
Rasulullah SAW bersabda:
رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ
Artinya : “Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)
Perintah dalam hadits berbakti kepada orang tua ini menggarisbawahi alasan mengapa kita harus berbakti kepada orang tua. Begitu besar peran orang tua dalam perjalanan hidup kita dalam mendapatkan ridha Allah.
Dalam Surah Luqman ayat 14 Allah berfirman,
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman : 14)
Jadi, berbakti kepada mereka bukan hanya tentang hubungan antara anak dan orang tua, tapi sesungguhnya juga tentang bagaimana menjaga hubungan kita dengan Allah. Semakin ikhlas bakti melalui perbuatan dan perasaan kasih dan sayang kita kepada kedua orangtua, semakin Allah akan ridho dengan kita.
Mari kita belajar untuk tidak hanya menunjukkan bakti melalui perbuatan, tetapi juga dengan hati yang penuh cinta dan ikhlas. Hanya dengan demikian, kita bisa meraih keridhoan Allah dan keberkahan yang sejati dalam kehidupan ini.
Wallahu’alam bishawab.
sumber : channel telegram Ustadz Arafat