PENYAKIT HATI DALAM ISLAM. Sahabat pembaca Pondok Islami yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, sebagai seorang muslim kita pasti sering mendengarkan tausiah dari para ustadz dan guru-guru kita tentang yang namanya penyakit hati. Ini adalah sebuah penyakit yang merujuk pada gangguan atau kecacatan dalam keadaan spiritual seseorang, yang dapat menghambat pertumbuhan iman dan kebaikan.
Pengertian penyakit hati dalam Islam adalah mencakup berbagai bentuk gangguan moral dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. Penyakit hati dapat mempengaruhi perilaku, sikap, dan kualitas iman seseorang.
Secara fisik mungkin tidak akan terlihat menimbulkan tanda kerusakan apa-apa, akan tetapi secara ruhani dan kejiwaan, menyebabkan seseorang sulit untuk bisa melihat kebenaran. Penyakit ini bisa menjangkiti siapa saja, dan seringkali orang tidak sadar bahwa dirinya sedang terjangkiti oleh penyakit ini.
Hati merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Jika hatinya dalam keadaan baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Begitu pula sebaliknya, sebagaimana Rasulullah sebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,
Artinya : “Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah tubuh seluruhnya. Ketahuilah olehmu, bahwa segumpal daging itu adalah kalbu [hati].” (HR. Bukhari)
Macam-macam Penyakit Hati Dalam Islam
Pada bahasan tulisan kita kali ini, kita akan menyelami konsep penyakit hati dalam Islam, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad. Macam-macam penyakit hati dalam islam diantaranya yang sering bersemayam dalam diri setiap manusia yaitu :
1. Buruk Sangka
Allah berfirman dalam Al Quran,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat :12)
Melalui surat ini menurut tafsir Ibnu Katsir Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menjauhi segala prasangka buruk kepada orang lain. Sifat prasangka buruk ini adalah jenis penyakit hati dalam islam yang mencurigai sesamanya dengan tuduhan yang tidak memiliki dasar, sehingga harus dijauhi karena termasuk ke dalam perbuatan dosa.
Dalam hadits Rasulullah shallallaaahu ‘alaihi wassalam dijelaskan,
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ
Artinya : “Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta” (Muttafaqun alaihi)
2. Hasad (Iri Hati)
Iri hati atau hasad adalah penyakit hati yang sering disebut dalam Al-Quran. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah,
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلْحَقُّ ۖ فَٱعْفُوا۟ وَٱصْفَحُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : “Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan orang yang menyuruh memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau menyatukan persaudaraan. Dan barangsiapa yang berbuat demikian, dan mencari keridhaan Allah, kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. Al Baqarah : 109)
Sifat hasad (iri hati) atau dengki ini adalah sifat orang-orang kafir dan Yahudi, sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir. Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar selalu waspada terhadap tingkah laku orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab.
Mereka selalu memiliki rasa dengki dan permusuhan yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka akan kebenaran yang jelas dengan adanya dalil-dalil kuat yang menunjukkan Nabi Muhammad benar-benar menyampaikan ayat-ayat Allah seperti yang diberitakan dalam kitab-kitab mereka. Mereka menginginkan agar dapat mengembalikan kaum mukmin kepada kekafiran setelah beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, menjadi kafir kembali seperti dahulu.
Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa’id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Huyay ibnu Akhtab dan Abu Yasir ibnu Akhtab merupakan dua orang Yahudi yang paling dengki kepada orang-orang Arab, karena mereka telah diberi keistimewaan dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi waassalam, yang berasal dari kalangan mereka.
Keduanya selalu berupaya keras membalikkan orang-orang dari Islam dengan semua kemampuan yang dimiliki keduanya. Maka Allah subhanahu wata’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersikap lapang dada dan pemaaf atau bersabar, hingga datang perintah Allah yang membawa pertolongan dan kemenangan.
Allah memerintahkan mereka agar mendirikan salat, menunaikan zakat, serta menganjurkan dan mendorong mereka untuk mengerjakannya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Ia akan menguatkan kedudukanmu dan memberimu kekuatan yang lebih besar.
Dalam haditsnya, Nabi Muhammad SAW menjelaskan tentang bahayanya penyakit hasad ini,
Artinya : “Iri hati memakan amal kebajikan sebagaimana api memakan kayu kering.” (HR. Abu Daud)
Kecuali hasad / iri hati terhadap kebaikan atau amal sholeh, sebagaimana hadits Rasulullah,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Artinya : “Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no. 73 dan Muslim, no. 816)
3. Kibr (Sombong) / Takabur
Penyakit hati lainnya adalah kibr atau sifat sombong dan takabur. Bahaya penyakit hati dalam islam seperti yang Allah nyatakan dalam Al Quran sekaligus berupa teguran,
قَالَ فَٱهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَٱخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ ٱلصَّٰغِرِينَ
Artinya : “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina” (QS. Al A’raf :13)
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ وَٱقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلْأَصْوَٰتِ لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ
Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman : 18 – 19)
Begitu pula peringatan yang disampaikan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wassalam dalam beberapa haditsnya. Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
Artinya : “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).” (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Artinya : “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim no. 91)
4. Dendam
Allah azza wa jalla berfirman,
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
Artinya : “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy-Syura: 40)
Melalui ayat ini Allah menyampaikan tentang keseimbangan merupakan hal yang disyariatkan, yaitu hukum qisas. Akan tetapi yang lebih utama daripada itu, hanyalah dianjurkan, yaitu memaafkan atau tidak menaruh dendam, seperti yang disebutkan pula dalam ayat yang lain :
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Artinya : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 45)
Artinya, jika seseorang dizalimi oleh orang lain, disyariatkan untuk melakukan hukum qishas, akan tetapi jika mampu memaafkan dan tidak menaruh dendam, maka hal itu akan jauh lebih baik dan hal tersebut tidak sia-sia di sisi Allah. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadits sahih:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره
Artinya : Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).” (HR. Muslim)
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يُنفِّذَه دعاهُ اللَّهُ على رؤوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
Artinya : “Barang siapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk membalas, Allah azza wa jalla akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk hingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Sunan Ibni Majah no. 3394)
Aisyah radhiallahu anha berkata,
وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ، فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا
Artinya : “Tidaklah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membalas atau menghukum karena dirinya (disakiti) sedikit pun, kecuali apabila kehormatan Allah dilukai. Beliau menghukum dengan sebab itu karena Allah azza wa jalla.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
5. Riya’ (Pamer)
Riya’ atau pamer adalah penyakit hati yang muncul ketika seseorang melakukan amal ibadah untuk mendapatkan pujian manusia bukan karena Allah. Allah menyatakan dalam Al Quran,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al Baqarah: 264)
Begitupula dalam Surat Al-Ma’un,
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ (٤)الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ(٥)الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ(٦)
Artinya : “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un : 4-6)
Nabi Muhammad SAW bersabda,
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ». قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِىَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً »
Artinya : “Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgor adalah) riya’. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’ (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain Rasulullah berkata,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
Artinya : “Siapa yang memperdengarkan amalanya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah).” (HR. Bukhari)
6. Ghadab (Amarah/Mudah Marah)
Amarah yang berlebihan juga dianggap sebagai penyakit hati dalam Islam, sebagaimana Allah firmankan dalam Al Quran,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya : “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. “(yaitu) orang-orang yang berinfaq, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali Imran :133 – 134)
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wassalam banyak mengajarkan dalam hadits-haditsnya tentang bahaya amarah dan keharusan mengontrol amarah,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
Artinya : “Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Berilah aku wasiat.” Beliau bersabda: “Jangan marah.” Beliau mengulangi berkali-kali: “Jangan marah.” (HR. Bukhari)
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ ، وَالْمَاءُ يُطْفِئُ النَّارَ ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya : “Sesungguhnya marah itu dari syetan, dan syetan tercipta dari api, dan air mampu memadamkan api, maka jika salah seoranhg kalian marah hendaknya dia berwudhu.” (HR. Bukhari)
Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata:
قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Artinya : “Berkata (Rasulullah) kepada kami: jika salah seorang kalian marah dan dia sedang berdiri maka duduklah, itu jika mampu menghilangkan marahnya, jika tidak maka hendaknya berbaring.” (HR. Abu Daud, Ahmad , Ibnu Hibban)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَسَلَّم قَالَ (لَيْسَ الشَدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ) متفق عليه
Artinya: ‘Bukanlah orang yang kuat yang menang dalam pergulatan akan tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan hawa nafsunya saat marah,” (Mutttafaqun ‘alaih)
Cara Menghilangkan Penyakit Hati Dalam Islam
Penting bagi setiap Muslim untuk mengenali dan mengatasi penyakit hati ini agar dapat mencapai kedamaian dalam batin dan mendekatkan diri kepada Allah. Penyembuhan hati melibatkan kesadaran diri, taubat, berusaha meningkatkan kualitas ibadah, dan memperbaiki sikap dan perilaku sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut Prof. Dr. Hamka dalam buku Akhlaqul Karimah, penerbit Gema Insani dijelaskan bahwa sumber penyakit badan terdapat dalam perut, tetapi sumber penyakit batin (hati) ada di dalam hati (qalb). Apabila perut sakit, diminum peluntur supaya bersih dan berganti dengan makanan yang baru.
Hati pun demikian, itu sebabnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam berkata,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Artinya: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim)
Artinya dibiasakan dan dididik anaknya di dalam keadaan demikian.
Menurut penelitian ilmu jiwa, untuk mengetahui riwayat hidup seseorang, bisa dimulai dari latar belakang keluarga, orang tuanya, pergaulan semasa kecil, di zaman apa dia dilahirkan, dan siapa yang ada di sekelilingnya. Sama seperti fisik manusia, yang lahir tidak langsung dalam bentuk kesempurnaannya, akan tetapi secara bertahap meningkat seiring dengan pertambahan usianya.
Begitu pula dengan batin atau hati, akan terbentuk melalui proses, pendidikan, pengasuhan dan ilmu pengetahuan. Jika seseorang sehat, maka dokter akan memberikan nasihat untuk menjaga kesehatannya.
Jika badan sakit, maka dokter akan memberikan obat hingga sembuh. Demikian pula dengan hati, jika sakit maka harus diberikan obat untuk proses menuju kesehatan hati, sebagaimana badan yang sakit diobati dengan cara melawan penyakit badan tersebut.
Maka penyakit hatipun harus diobati dengan lawannya pula. Penyakit bodoh dilawan dengan ilmu, penyakit bakhil diobati dengan bersedekah, penyakit takabur/sombong diobati dengan tawadhu, penyakit tamak diobati dengan menahan hati dari barang yang ditamaki itu meskipun dengan memaksa.
Sebagaimana mengobati penyakit badan, maka mesti tahan memakan obat-obatan yang pahit atau memaksa diri berpantang memakan makanan yang lezat atau diet. Begitu pun dengan penyakit hati, diobati dengan cara-cara yang bertentangan dengan apa yang menjadi kebiasaan yang membuat sakit. Melawan penyakit hati dengan cara demikian dinamakan mujahadah.
Jika penyakit badan yang tidak dapat lagi diobati, akan berakhir dengan maut, akan tetapi penyakit hati tidak ada obatnya kecuali berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala serta mengikuti petunjuk-Nya, sebagaimana firman-Nya,
وَاَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفۡسَ عَنِ الۡهَوٰىۙ ٤٠ فَاِنَّ الۡجَـنَّةَ هِىَ الۡمَاۡوٰىؕ ٤١
Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal-(nya).” (QS. An-Naziat : 40-41)
Cara paling mujarab mengobati penyakit hati (mujahadah) adalah dengan teguh memegang pendirian. Jika telah diputuskan untuk meninggalkan syahwat yang tidak Allah ridhoi, langsung jadikan sebagai pendirian.
Jika bertemu halangan atau godaan tandanya perjuangan akan sengit. Halangan bukanlah bala, melainkan cobaan dari Allah subhanahu wata’ala. Apabila sekali mengikuti godaan maka akan selamanya tidak akan pernah sampai pada tujuan, dan rusak dan binasalah diri.
Beberapa cara mujahadah melawan ataupun menghilangkan penyakit hati dalam islam diantaranya :
- Muhasahah diri, yaitu sebuah kemauan dari dalam diri untuk mencari tahu apa saja kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Timbulnya kemauan ini sendiri adalah sesuatu yang telah Allah kehendaki atas diri kita, untuk menjadikan kita menjadi orang yang lebih baik. Apabila telah mengetahui kekurangan diri maka akan berusaha untuk mengobatinya, sebaliknya kebanyakan orang justru berada pada kondisi 3 golongan manusia menurut Imam Al-Ghazali, yaitu tidak tahu apa yang dia tidak ketahui, tidak mau tahu, atau tidak mau mengakui kekurangan diri sendiri. Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak.
- Selalu belajar, baik kepada orang tua maupun orang yang lebih tua yang lebih banyak pengalamannya, orang yang lebih alim yang mengetahui sifat-sifat baik dan buruk supaya bisa mengukur diri kita. Begitu pula dengan para guru-guru yang dapat menunjukkan kekurangan diri dan mengobatinya, serta sahabat yang setia, jujur dan taat beragama, dan sudi memperingatkan kita jika ada kesalahan.
- Bersabar atas celaan orang lain, terutama musuh atau orang yang membenci kita, karena dari merekalah kita bisa mengetahui dengan tepat apa-apa saja kekurangan kita. Sebagai manusia wajib memegang teguh kaidah ini, “Saya manusia sebab itu saya mesti ada kesalahan, kadang-kadang disengaja, kadang-kadang lupa.”
- Banyak bergaul, sebab pergaulan dapat membuat orang insaf atas kekurangan yang ada pada dirinya. Orang Mukmin adalah kaca perbandingan dari orang Mukmin yang lainnya.
Demikianlah sahabat pembaca semua, artikel singkat mengenai macam-macam penyakit hati dalam islam, menurut perspektif Al Quran dan hadits, serta cara menghilangkan penyakit hati dalam islam. Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk penulis secara pribadi dan sahabat pembaca semua pada umumnya.
Dengan mengetahuinya maka kita sama-sama bisa mulai mengenali penyakit hati ini, dan bisa mulai berusaha untuk bisa mengatasi serta mengontrolnya, agar spritualitas kita menjadi lebih baik lagi. Harapannya tentu saja, kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala agar akhlak kita menjadi lebih baik menuju akhlakul karimah sebagaimana yang diharapkan junjungan kita, nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wassalam.
Aamin allahumma aamiin. Barakallahu fiikum.