CELENGAN KEBAIKAN DI BULAN RAMADHAN. Malam itu, Fajar menatap celengan toples kaca di meja belajarnya. Toples kaca yang bening itu hampir penuh dengan uang koin dan beberapa uang kertas lembaran masih tergeletak di sampingnya.
Matanya memperhatikan toples yang ia kasih label warna-warni dan bertuliskan “Celengan Kebaikan Ramadhan” yang ditempel di bagian depan. Raut wajahnya terlihat gembira sehingga tanpa sadar bibirnya tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi putihnya yang agak gingsul.
Ia teringat dengan awal mula ide ini muncul. Beberapa hari sebelum Ramadhan, Ustadz di masjid bercerita tentang keutamaan bersedekah. Katanya, satu kebaikan di Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, bisa bernilai pahala berkali-kali lipat.
Sejak saat itu, Fajar bertekad untuk mengumpulkan uang jajan yang ia terima setiap hari dan menyimpannya di celengan ini. Tapi, siapa sangka perjalanannya tidak semudah yang dibayangkan, dan ia pun terbayang kembali berbagai pengalaman yang ia alami hingga hari ini.
Godaan di Tengah Jalan
Sore itu, Fajar baru pulang dari kegiatan rutin mengaji bersama sahabatnya, Raka. Matahari terlihat mulai turun, angin sore bertiup sepoi-sepoi membawa aroma manis menggiurkan dari warung es krim yang letaknya sangat dekat dengan masjid.
“Jar, mampir yuk! Aku traktir setengah, kamu bayar setengah!” Raka berseru sambil menunjuk menu di etalase.
Fajar menelan ludah. Sudah lama ia ingin menikmati es krim coklat kesukaannya. Ia merogoh kantong, menemukan uang yang cukup untuk membeli satu porsi. Tapi, jika ia menghabiskan uang ini, artinya ia tak bisa menambah tabungan celengan kebaikan Ramadhannya pada hari ini.
“Aku… nggak deh,” jawabnya pelan.
“Serius? Padahal ini favoritmu.” sahut Raka, sambil menunjukkan raut muka tidak percaya akan jawaban dari Fajar tersebut.
Fajar menatap celengan kebaikan Ramadhan dalam benaknya. Ia menghela napas panjang, lalu tersenyum.
“Serius. Aku lagi nabung buat sesuatu yang lebih penting.” jawabnya singkat.
Raka mengangkat bahu, lalu menikmati es krimnya sendiri. Tapi Fajar tak menyesal. Ia ingat kata-kata Ustadz, bahwa menahan diri dari sesuatu yang disukai demi kebaikan yang lebih besar, adalah bagian dari latihan berbuat amal kebaikan di bulan Ramadhan. Kali ini, ia berhasil menahan diri.
Ujian yang Menghancurkan Hati
Tapi godaan untuk membelanjakan uang sakunya bukan satu-satunya ujian bagi Fajar. Suatu malam, saat ia pulang tarawih, ia melihat ibunya terduduk lemas di meja makan.
Ayahnya menenangkan, tapi raut wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran.
“Ada apa, Bu?” Fajar bertanya.
Ibunya tersenyum lemah.
“Nggak apa-apa, Nak. Cuma ibu lagi kepikiran uang sewa rumah, jatuh temponya minggu depan, tapi tabungan kita belum cukup.” jawab ibunya dengan suara yang pelan, nyaris tak terdengar oleh Fajar.
Fajar tercekat, ia tahu, ayahnya bekerja keras sebagai buruh harian, dan ibunya membantu kebutuhan sehari-hari dengan menjahit pakaian di rumah. Tapi bulan ini, sepertinya penghasilan mereka masih belum cukup untuk membayar uang sewa rumah.
Di kamarnya, Fajar menatap celengan kaca yang hampir penuh. Haruskah aku memberikan ini untuk membantu Ibu dan Ayah? Tapi ia juga ingat niat awalnya, untuk membantu orang lain yang lebih membutuhkan.
Malam itu, ia menangis dalam sujudnya.
“Ya Allah, aku ingin membantu orang lain, tapi keluargaku juga butuh bantuan. Apa yang harus aku lakukan?” ucapnya lirih sambil menengadahkan tangannya ke atas mengucapkan doa permohonan agar diberikan petunjuk jalan keluar dari masalah keluarganya kepada Sang Maka Pemilik alam semesta.
Keajaiban di Pagi Hari
Pagi harinya, saat hendak berangkat sekolah, Fajar mendengar suara ketukan di pintu. Seorang lelaki berdiri dengan senyum ramah.
“Assalamu’alaikum, ini rumah Bu Lina?”
Ibunya keluar. “Wa’alaikumussalam, betul Pak. Ada yang bisa saya bantu?”
Lelaki itu menyerahkan sebuah amplop.
“Saya pelanggan lama jahitan Ibu. Beberapa tahun lalu, Ibu pernah menjahitkan seragam sekolah anak Saya dengan harga murah, karena ibu tahu pekerjaan saya waktu itu masih serabutan, sehingga tidak mampu untuk membayar biaya jahit seragam anak saya dengan harga normal. Nah, sekarang alhamdulillah kondisi ekonomi saya sudah membaik, dan saya ingin membalas kebaikan ibu pada saya waktu itu.” ucap lelaki itu sambil menyodorkan amplop kepada ibu.
Ibunya menerima amplop tersebut dengan tangan bergetar, karena tidak percaya dengan apa yang terjadi dihadapannya saat itu, dan dengan perlahan membuka amplop itu. Melihat apa yang ada didalamnya, serta merta ibu langsung meneteskan air matanya. Isi amplop tersebut cukup untuk membayar sewa rumah bulan ini, bahkan lebih.
Fajar terpaku, inilah jawaban dari doanya semalam. Hatinya pun bergetar, Allah Maha Mendengar. Malamnya, ia menatap celengan kebaikan Ramadhan-nya lagi. Kali ini, tidak ada keraguan. Ia tahu ke mana uang ini nanti harus diberikan.
Keajaiban Kebaikan Kecil
Keesokan harinya dalam perjalanan pulang dari sekolah, Fajar melihat seorang nenek tua duduk di trotoar dengan keranjang berisi pisang. Wajahnya lelah, tangannya gemetar saat mencoba membungkus dagangannya.
Tanpa berpikir panjang, Fajar mendekat.
“Nenek, boleh saya bantu?”
Sang nenek menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
“Terima kasih, Nak. Nenek sudah tua, sulit mengikat plastik ini.”
Fajar membantu membungkus pisang satu per satu. Beberapa orang yang lewat melihat apa yang dilakukannya dan akhirnya membeli dagangan sang nenek.
Dalam waktu singkat, keranjang itu kosong. Saat Fajar hendak pergi, sang nenek menggenggam tangannya.
“Semoga Allah membalas kebaikanmu, Nak.”
Fajar tersenyum, sambil berjalan pulang. Ia menyadari, bahwa melakukan kebaikan di Bulan Ramadhan seperti sedekah itu tak hanya dalam bentuk materi atau uang. Membantu seseorang dengan tenaga atau waktu juga merupakan bentuk sedekah yang bernilai besar di mata Allah.
Hadiah Terindah dari Celengan Kebaikan di Bulan Ramadhan
Malam terakhir Ramadhan, Fajar menatap celengannya yang kini penuh. Dadanya berdebar. Esok adalah hari yang ditunggu-tunggu—hari ia akan menyerahkan semua tabungan celengan kebaikan di Bulan Ramadhan ini kepada yang membutuhkan.
Keesokan harinya, Fajar berjalan menuju masjid, celengan kebaikan Ramadhan ada di tangannya. Ditengah perjalanan ia melihat seorang ibu dan anak kecil duduk di pinggir trotoar.
Wajah ibu itu terlihat cemas, sementara anak kecilnya memegangi perut dengan ekspresi kelaparan. Fajar terdiam, hatinya berbisik, inilah saatnya. Dengan langkah mantap, ia mendekati ibu dan anak kecilnya tersebut.
“Bu, mohon maaf kenapa duduk di trotoar ini, dan itu adik kecil kenapa memegangi perut terus ?” tanya Fajar sambil duduk di samping si ibu.
“Kami belum makan dari kemarin, saya belum mendapatkan uang sepeserpun!” ujar si ibu sambil memegang anaknya.
“Bu, ini ada sedikit uang buat ibu, saya kumpulkan ini selama Ramadhan. Semoga bisa membantu ibu dan adik kecil buat membeli makanan.” ucap Fajar sambil menyodorkan celengan kebaikan Ramadhan-nya kepada si ibu.
“Alhamdulillah, terimakasih banyak, kamu baik sekali Nak. Tapi ini sepertinya terlalu banyak. Kamu yakin?” balas si ibu dengan wajah gembira campur terkejut melihat perbuatan Fajar.
“Iya Ibu gak apa-apa, Saya yakin, ini buat ibu semuanya. Kata Ustadz, saling berbagi di bulan Ramadhan merupakan kewajiban kita dan insya Allah akan mendatangkan keberkahan.” jelas Fajar sambil mengangguk.
Si ibu meneteskan air mata, menggenggam tangan Fajar dengan erat. “Semoga Allah memberimu rezeki yang lebih besar, ya Nak.”
“Aamiin, sama-sama Ibu semoga bermanfaat.” jawab Fajar sambil beranjak pergi.
Saat berjalan pulang, Fajar merasakan badanya terasa sangat ringan, jauh lebih ringan dari sebelumnya. Ia tidak punya uang lagi, kantongnya kosong, tapi hatinya berasa penuh.
Ia kini mulai memahami makna sebenarnya dari sedekah. Bukan tentang seberapa besar yang kita berikan, tapi tentang seberapa ikhlas kita memberikannya dan kebahagiaan yang tumbuh dari dalam hati dengan melakukannya.
Ramadhan kali ini telah mengajarkan Fajar tentang banyak hal. Ia belajar bahwa menahan diri dari keinginan, demi untuk sesuatu yang lebih berarti yaitu mengerjakan kebaikan di Bulan Ramadhan adalah amal sholeh yang merupakan bagian dari ibadah.
Ia menyadari bahwa kebaikan kecil bisa berdampak besar. Dan yang lebih penting lagi, ia kini memahami bahwa berbagi tak selalu harus menunggu punya banyak harta, karena keikhlasan kita dalam berbagi merupakan harta paling berharga yang bisa bagikan kepada orang lain.
Dengan langkah mantap, Fajar pulang. Ia siap menyambut hari kemenangan, Idul Fitri yang mulia dengan hati yang lebih bersih, lebih penuh, dan lebih kaya dalam memaknai kehidupan ini.
Catatan:
Cerita Anak Islami ini adalah karya fiksi. Semua nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini hanyalah hasil imajinasi penulis dan tidak ada kaitannya dengan kejadian nyata. Jika terdapat kesamaan nama atau peristiwa, itu adalah kebetulan belaka. Cerita ini dibuat untuk menyampaikan pesan moral serta hikmah dari bulan suci Ramadhan, tanpa bermaksud menyinggung pihak mana pun.