PUASA PERTAMA AYESHA. Ayesha duduk di sofa ruang tamu, sambil memeluk bantal kecil kesayangannya. Mata bulatnya sedang melirik ke arah kaca yang ada didepannya, yang memperlihatkan pantulan aktifitas di dapur, tempat bundanya sedang menyiapkan hidangan untuk berbuka.
Perut kecilnya sudah sejak siang tadi mulai berbunyi, tapi ia berusaha untuk tetap bertahan. Hari ini adalah hari pertama Ayesha mencoba berpuasa penuh.
“Bun, boleh nggak Echa minum dulu? Cuma sedikit, seteguk aja,” akhirnya Echa, demikian panggilan sayangnya mengeluarkan suara rengekannya pelan.
Bunda memandang Ayesha dengan lembut sambil tersenyum,
“Sayang, sekarang masih jam tiga sore. Coba deh Ayesha ingat cerita bunda kemarin, puasa itu bukan cuma menahan lapar dan haus, tapi juga belajar buat melatih kesabaran. Seperti kata Rasulullah di buku yang bunda bacakan kemarin. Beliau mengajarkan kita untuk bersabar. Jadi, yuk kita bersabar dulu, sebentar lagi juga udah adzan Maghrib koq sayang.” ucap Bunda Ayesha dengan kata-kata yang sangat lembut.
Ayesha menghela napas panjang. Sabar, kata itu terus terngiang di kepalanya. Memang sih, selama ini kalau dia ingin sesuatu, biasanya langsung bisa didapatkan. Lapar? Tinggal makan. Haus? Tinggal minum. Tapi sekarang, di hari puasa pertama, semuanya harus ditahan sampai adzan Maghrib berkumandang.
Godaan Datang Bertubi-tubi
Pukul empat sore, Ayesha kembali gelisah. Kakaknya, Zahran, sudah duduk di depan TV sambil bermain game di Hape-nya. “Ayo, Cha, kita main dulu biar nggak kerasa laparnya!” ajak Zahran.
Ayesha yang biasanya ceria penuh semangat kalau diajak bermain bersama Kakaknya, hari ini hanya bisa mengangguk pelan dan dengan perlahan beranjak mendekati kakaknya untuk ikut bermain bersama. Namun, baru lima menit bermain, tiba-tiba aroma pisang goreng dari dapur menyeruak ke seluruh ruangan.
Ayesha seketika langsung menelan ludah yang tiba-tiba muncul di mulutnya tanpa ia sadari.
“Aduh, Bunda bikin pisang goreng ya? Wanginya enak banget, Kakā¦”
“Sabar! Itu ujian Cha. Allah lagi ngeliatin kita nih, bisa gak nahan godaan. Kalau kita sabar, nanti pahalanya besar!” Zahran menjawab ungkapan Ayesha sambil tersenyum.
Ayesha pun mencoba mengalihkan pikirannya. Ia ingat cerita yang sering Bunda sampaikan, bahwa puasa bukan cuma menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari hal-hal yang bisa mengurangi pahala puasa, seperti marah, berkata kasar, dan mengeluh.
Hikmah di Balik Rasa Lapar
Sambil menunggu waktu berbuka, Bunda mengajak Ayesha duduk di teras rumah. Angin sore sepoi-sepoi dan sudah mulai terasa dingin mengelus wajah mereka.
“Ayesha tahu gak, kenapa kita harus berpuasa?” tanya Bunda, sambil menatap wajah putri bungsunya yang terlihat sedikit pucat dan lemas.
Ayesha mengangkat bahunya perlahan.
“Biar dapat pahala, ya Bun?”
Bunda mengangguk.
“Betul, tapi bukan cuma itu. Dengan berpuasa, kita bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang-orang yang kurang beruntung, yang mungkin selama ini sering merasakan lapar, karena mereka nggak punya makanan. Makanya, Rasulullah mengajarkan kita untuk berbagi, terutama di bulan Ramadhan ini.” sambung Bunda menjelaskan.
Ayesha termenung, selama ini, dia nggak pernah berpikir sejauh itu. Baginya, tiap kali ingin makan, makanan selalu ada di meja. Tapi bagaimana dengan anak-anak yang nggak seberuntung dia? Hatinya tiba-tiba terasa hangat.
“Berarti kita harus banyak berbagi dengan mereka ya, Bun?” tanya Ayesha.
Bunda tersenyum bangga.
“Iya, Sayang. Rasulullah sangat gemar berbagi, atau bersedekah, terutama di bulan Ramadhan. Kata beliau, pahala bersedekah di bulan Ramadhan itu akan dilipatgandakan. Jadi, kalau kita punya rezeki lebih, sebaiknya kita berbagi.” Jelas Bunda sambil mengusap rambut Ayesha yang tertiup angin sore.
Momen Berbuka yang ditunggu-tunggu
Sesaat kemudian azan Maghrib akhirnya berkumandang, Ayesha hampir melompat kegirangan. Ia segera mengambil segelas air dan segera akan meneguknya.
“Ehhh, udah baca doa belum!” celetuk Kaka Zahran, melihat tingkah laku adik bungsunya itu.
“Oh iya, hampir lupa!” balas Ayesha sambil bersegera mengucapkan doa berbuka puasa, diikuti dengan basmallah.
Perlahan Ayesha mulai meminum air putih seteguk demi seteguk, mengikuti anjuran Rasulullah untuk berbuka secara perlahan dan tidak terburu-buru. Seteguk air itu terasa begitu nikmat di tenggorokan dan menghangatkan perutnya.
“Wah Echa hebat, udah bisa puasa sehari penuh !” seru Kakak Zahran sambil mengacungkan jempolnya di depan mata Ayesha.
Ayesha tersenyum lebar, ada rasa bangga dalam hatinya. Puasa pertama di Bulan Ramadhan kali ini telah dilaluinya. Seharian penuh menahan lapar, haus, dan godaan, akhirnya dia bisa menyelesaikan puasanya dengan baik.
Saat makan bersama keluarga, Ayesha menyadari betapa berharganya makanan yang ada di hadapannya. Biasanya, ia suka memilih-milih makanan, tapi kali ini ia merasa semuanya makanan yang terhidang di hadapannya terasa sangat lezat.
“Bunda, besok Echa mau puasa lagi yaaaa!” katanya penuh semangat.
Ibu mengelus kepalanya.
“Alhamdulillah. Semoga Allah selalu memberi kekuatan dan kesabaran untuk Echa. Karena Ramadhan bukan cuma tentang menahan lapar dan haus, tapi juga tentang bagaimana kita belajar menjadi manusia yang lebih baik lagi.”
Ayesha mengangguk mantap. Hari ini, di puasa pertama yang ia jalani, bukan hanya belajar bagaimana menjadi orang yang sabar, sabar menahan rasa haus dan lapar, akan tetapi juga merasakan dan belajar tentang bersyukur, berbagi, dan mengerti manfaat dan makna dari puasa yang sesungguhnya.
Marhaban Yaa Ramadhan! Selamat datang bulan penuh berkah dan kemuliaan!
Catatan:
Cerita Anak Islami ini adalah karya fiksi. Semua nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini hanyalah hasil imajinasi penulis dan tidak ada kaitannya dengan kejadian nyata. Jika terdapat kesamaan nama atau peristiwa, itu adalah kebetulan belaka. Cerita ini dibuat untuk menyampaikan pesan moral serta hikmah dari bulan suci Ramadhan, tanpa bermaksud menyinggung pihak mana pun.