KISAH GAJAH SIRKUS DAN RANTAI TALI KEKANGNYA. Pernah nggak sih sahabat pembaca melihat gajah di sebuah pertunjukkan sirkus? Hewan yang besar, kuat, dan gagah ini nggak dikurung dalam kandang besi, nggak dipasung, apalagi dirantai dengan rantai yang besar.
Hanya ada seutas rantai besi kecil yang melingkari salah satu kakinya. Ajaibnya, si gajah sirkus ini nggak pernah kabur. Dia hanya duduk tenang, menunggu giliran untuk tampil.
Kenapa bisa begitu? Kok gajah sebesar itu nggak mencoba melarikan diri? Padahal, dengan kekuatannya, rantai besi kecil itu bisa diputus dengan mudah.
Ternyata, masalahnya bukan di rantai besi kecil tersebut. Masalah sebenarnya ada di dalam kepala si gajah sirkus ini. Dari sejak kecil, mereka sudah dibiasakan untuk percaya kalau rantai besi kecil itu kuat banget dan akan melukai kakinya jika dia mencoba melawan.
Setiap kali dia mencoba menarik rantai besi tersebut, dia akan merasakan sakit dan akhirnya menyerah. Kondisi ini bisa terjadi karena ukuran badan dan kaki gajah sirkus itu memang masih kecil, sehingga tidak mampu memutuskan rantai besi kecil yang mengekang kakinya.
Akan tetapi seiring dengan waktu dan peristiwa berulang-ulang tersebut, keyakinan itu makin mengakar dalam pikirannya, sampai-sampai dia merasa tidak mungkin untuk kabur, meskipun badannya sudah menjadi bertambah besar dan kuat.
Nah, hal ini bukan cuma terjadi pada gajah sirkus semata. Kita, manusiapun, ternyata juga sering banget terjebak dalam “rantai tali kekang” yang sama seperti si gajah sirkus. Hanya perbedaannya, rantai kita itu nggak kelihatan. Rantai kita adalah keyakinan kita yang salah, ketakutan, dan keraguan yang kita ciptakan sendiri di dalam pikiran kita.
Bayangin, berapa banyak kesempatan yang terlewat hanya karena kita percaya kita “nggak bisa”, “nggak mampu”, atau “nggak layak” untuk mencobanya. Berapa banyak orang yang ingin memulai bisnis tapi nggak berani karena takut gagal. Padahal, kalau mereka berani mencoba dan belajar dari kesalahan, mungkin mereka bisa sukses.
Atau, bayangkan seseorang yang sangat berbakat di bidang seni, tapi dia nggak pernah memamerkan karyanya karena takut dihina atau dianggap nggak cukup bagus. Keyakinan yang salah ini bisa menjadi “rantai tali kekang” kecil yang menghalangi potensi besar di dalam dirinya.
Coba ingat-ingat, berapa kali dalam hidup sahabat pembaca pernah merasa terjebak dalam situasi yang sebenarnya bisa sahabat hadapi, tapi nggak melakukannya karena keyakinan yang salah?
Sindrom Tali Kekang Gajah
Dalam dunia psikologi, kisah gajah sirkus ini merupakan sebuah fenomena yang dikenal dengan istilah “Sindrom Tali Kekang Gajah”, sebuah konsep psikologis yang menggambarkan bagaimana keyakinan yang salah bisa membelenggu potensi seseorang.
Dalam kisah gajah sirkus di atas, sejak kecil mereka telah dibiasakan untuk percaya bahwa rantai kecil tersebut sangat kuat dan mampu menahan mereka. Karena pengalaman awal ini, gajah tersebut mengembangkan keyakinan bahwa melawan rantai adalah hal yang mustahil dan menyakitkan.
Keyakinan ini akhirnya mengakar kuat dan menghalangi mereka dari mencoba melarikan diri, meskipun mereka sebenarnya di kemudian hari, seiring dengan pertumbuhan badannya, sesungguhnya memiliki kekuatan untuk melakukannya.
Dalam konteks manusia, kisah gajah sirkus dengan sindrom tali kekangnya ini bisa muncul dalam berbagai bentuk. Kita mungkin memiliki keyakinan yang salah tentang kemampuan diri, potensi, atau bahkan tentang kehidupan secara umum.
Keyakinan ini bisa berasal dari pengalaman masa lalu, pengaruh lingkungan sekitar, atau bahkan cerita-cerita yang kita dengar sejak kecil. Ketika keyakinan ini mengakar dalam pikiran, kita sering kali merasa terjebak dalam situasi yang sebenarnya bisa kita atasi jika kita berani mencoba.
Cara Mengatasi Sindrom Tali Kekang Gajah
Dalam menghadapi tantangan dan mengatasi Sindrom Tali Kekang Gajah ini, ajaran Islam sesungguhnya telah memiliki solusi. Apa yang Allah katakan di dalam Al Quran merupakan sebuah petunjuk serta dorongan dan motivasi untuk mengatasi sindrom ini.
Termasuk juga apa-apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam, melalui hadits-haditsnya.
Dalam Surat Al Baqarah Allah berfirman,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap tantangan yang kita hadapi telah diukur oleh Allah, dan kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya.
Pada ayat lain surat Ali Imran Allah berfirman,
وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)
Kita diajak untuk tidak merasa rendah diri atau mudah menyerah, sebesar apapun masalah atau cobaan yang sedang kita hadapi, karena sebagai orang beriman, kita memiliki kekuatan dari Allah. Jangan kalah sama masalah, demikian kira-kira ajaran Allah kepada hamba-Nya dalam surat Al Ahzab ayat 3,
وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا
Artinya : “Dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindung.” (QS. Al-Ahzab: 3)
Dalam menghadapi ketakutan dan keyakinan yang salah, kita dianjurkan untuk selalu bertawakal kepada Allah.
Rasulullah pun menyampaikan pesannya :
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
Artinya : “Sesungguhnya setiap penyakit ada obatnya. Maka, apabila obat tersebut tepat mengenai penyakitnya, ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR. Muslim)
Ini mengingatkan kita bahwa setiap masalah memiliki solusi, dan kita harus berusaha mencapainya dengan sungguh-sungguh dan kerja keras, diiringi dengan sikap tawakkal, yaitu yakinlah bahwa Allah selalu ada dan kita harus selalu bersandar pada Allah dalam setiap usaha yang kita lakukan.
Fenomena kondisi psikologis ini memang umum di alami oleh setiap manusia, tidak terkecuali tokoh-tokoh yang kita kenal sebagai orang besar dalam sejarah dunia. Dan mereka mampu melaluinya, hingga mampu menjadi orang-orang yang dicatat dalam sejarah, dan meninggalkan legacy (warisan) salah satunya dengan berbagai pesan inspirasi (quote) seperti di bawah ini.
Seperti kata Henry Ford, “Whether you think you can, or you think you can’t – you’re right.” Artinya, apapun yang kamu yakini tentang dirimu sendiri, itu akan menjadi kenyataan. Kalau kamu yakin bisa, kamu akan mencari cara untuk berhasil. Tapi kalau kamu yakin nggak bisa, kamu sudah kalah sebelum mulai.
Albert Einstein juga pernah bilang, “Weakness of attitude becomes weakness of character.” Kalau kita terus-menerus percaya kita lemah, kita benar-benar akan menjadi lemah. Keyakinan kita menentukan siapa kita dan bagaimana kita menjalani hidup.
Jadi, yuk kita mulai belajar untuk meragukan keraguan kita sendiri. Cobalah untuk lebih terbuka dengan pengetahuan baru dan tantangan baru. Jangan biarkan keyakinan yang salah menjadi “rantai kecil” yang membelenggu kita, seperti kisah gajah sirkus dengan rantai tali kekangnya ini.
Renungkan hal-hal yang selama ini membawa kebaikan dalam hidup kita, dan juga hal-hal yang malah menjadi penghambat. Ingatlah, tidak ada kata terlambat untuk berubah dan memperbaiki diri.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Nelson Mandela, “It always seems impossible until it’s done.” Sesuatu memang sering terasa mustahil sampai akhirnya kita melakukannya. Jadi, jangan biarkan rasa takut atau keyakinan yang salah menghalangi kamu untuk meraih mimpi-mimpi besar.
Semoga tulisan tentang kisah gajah sirkus dan rantai tali kekangnya ini bisa membuka mata kita semua dan memberi inspirasi untuk terus maju, mengatasi “rantai-rantai kecil” yang membelenggu, dan mencapai potensi terbaik dalam hidup kita!
Barakallahu fiikum.