SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM. Sahabat Quran yang dimuliakan Allah, pada dasarnya, ada dua sumber utama hukum Islam yang dijadikan landasan bagi umat Islam dalam berprilaku dan menjalani kehidupannya di dunia ini. Kedua sumber hukum islam yang utama tersebut adalah Al-Quran dan Sunnah/Hadist Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 2, yang artinya :
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah:2)
dan surat Al-Hasyr : 7, yang artinya :
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS. Al Hasyr : 7)
Amanah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada seluruh umatnya yang artinya :
“Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)
Selain kedua sumber hukum islam yang utama tersebut, terdapat pula sumber hukum ketiga yaitu Ijtihad, melalui cara Ijma (permufakatan ulama) dan Qiyas (analogi/perbandingan). Dasar penetapan Ijtihad sebagai salah satu sumber hukum islam tambahan, merujuk kepada kejadian pada saat sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama, Muadz bin Jabal diutus untuk menuju ke negeri Yaman.
Nabi Muhammad SAW ketika akan mengutus Muadz bertanya kepadanya, ”Bagaimana Engkau akan memutuskan hukum kepada suatu masalah yang memerlukan ketetapan hukum ?”, Muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukum berlandaskan pada Al Qur’an,” kemudian Rasul melanjutkan pertanyaannya, “Seandainya tidak kau temukan ketetapannya pada Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Akan Saya tetapkan berdasarkan Hadits”. Rasul melanjutkan lagi pertanyaannya, “Apabila tidak juga engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab, ”Saya akan ber-ijtihad dengan pendapat saya sendiri,”. Mendengar penjelasan sahabatnya itu kemudian Nabi Muhammad SAW menepuk-nepuk bahu Muadz bin Jabal, sebagai tanda persetujuan atas pendapat sahabatnya itu.
Kejadian inilah yang dijadikan sebagai dalil untuk menjadian Ijtihad sebagai salah satu sumber hukum islam tambahan setelah Al Qur’an dan Hadits. Uraian berikut ini akan menjabarkan lebih detil tentang sumber-sumber hukum Islam tersebut di atas.
Jadi ada 3 sumber-sumber hukum Islam yaitu :
- Al Quran
- Sunnah/Hadits Rasulullah SAW
- Ijtihad (dengan cara Ijma/mufakat dan Qiyas/Analogi)
Berikut ini penjelasan lebih detail tentang ke-3 sumber-sumber hukum islam ini.
PENJELASAN TENTANG SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
1. AL-QURAN
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama dan menjadi dasar dari keseluruhan struktur Islam. Al Qur’an memiliki otoritas tertinggi jika berhubungan dengan prinsip-prinsip Islam. Artinya, semua hukum-hukum islam yang lain apabila bertentangan dengan Al Qur’an maka akan menjadi gugur dan tidak dapat digunakan sebagai landasan hukum. Hukum-hukum Islam yang lain yaitu hadist Rasulullah SAW dan Ijtihad yang dilakukan para sahabat atau ulama secara langsung dan tidak langsung berasal dari ajaran Al Quran.
Al Qur’an merupakan wahyu-wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Setiap umat Islam memiliki kewajiban untuk senantiasa berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang ada dalam Al Qur’an agar menjadi hamba yang taat kepada Allah SWT, dengan menjalankan segala yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya.
Kandungan Al Qur’an sesungguhnya terdiri dari berbagai pedoman dasar untuk kemaslahatan kehidupan umat manusia. Bukan melulu berhubungan dengan hal-hal yang terkait dengan peribadatan kepada-Nya saja tetapi juga mengatur hal-hal lain terkait dengan tuntunan agar manusia mampu melalui serta menjalani kehidupan didunia dan akhirat dengan sebaik-baiknya.
Secara garis besar kandungan Al Qur’an sebagai sumber hukum islam yang utama, terdiri dari 4 macam tuntunan bagi umat manusia yaitu :
- Keimanan atau akidah, yaitu arahan dan pedoman serta ketetapan tentang hubungan manusia dengan pencipta-Nya yaitu Allah SWT. Keimanan kepada adanya malaikat, kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul, Rasul-rasul Allah, hari kiamat / akhir, serta qadha dan qadar.
- Akhlak, yaitu ajaran agar setiap umat Islam mempunyai pribadi dan budi pekerti serta etika kehidupan yang baik.
- Ritual ibadah, mulai dari shalat, shaum/puasa, zakat serta ibadah haji/umroh.
- Hubungan antar manusia beserta amal perbuatan dalam lingkup bermasyarakat / muamalah
2. HADIST NABI MUHAMMAD SAW
Setelah Al Qur’an maka sumber hukum islam yang kedua adalah hadist Rasulullah SAW. Banyak pengertian ataupun definisi dari para ulama tentang hadist, akan tetapi secara umum hadist adalah setiap perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Sebagai sumber hukum islam yang kedua, hadist Nabi memiliki tiga fungsi yaitu :
- Memperkuat hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al Quran
- Menetapkan hukum yang belum ditetapkan dalam Al Quran
- Memberikan rincian serta penjelasan dari prinsip-prinsip atau tuntunan Islam yang ada dalam Al Qur’an dan masih bersifat umum. Segala hal yang masih bersifat umum dan tidak dijelaskan secara rinci dalam Al Qur’an dapat kita peroleh melalui sunnah/hadist Rasulullah SAW.
Oleh karena proses komunikasi sunnah / hadist Rasulullah pada masa itu disampaikan dari satu orang sahabat, atau keluarga Rasulullah ke satu orang lainnya dan dari mulut ke mulut, maka perlu dilakukan pemilihan dengan sangat hati-hati, agar terhindarkan dari kepalsuan dan tetap terjaga keasliannya.
Proses pencatatan dan kompilasi berbagai praktek keseharian dan perkataan Rasulullah mulai dilakukan bertahun-tahun setelah beliau meninggal. Untuk itu dalam melakukan pencatatan sunnah dan hadist Rasulullah sebagai sumber hukum islam yang valid, diperlukan proses yang sangat hati-hati. Hasil kompilasi paling otentik dari sunnah dan hadist Rasulullah yang telah dilakukan oleh para perawi sunnah dan hadist, dikenal dengan nama Kutubus Sittah (6 kitab hadist rujukan umat Islam).
Keenam kitab tersebut adalah sebagai berikut :
- Shahih Bukhari, 194 – 256 H (Disusun Oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari)
- Shahih Muslim, 204 – 261 H (Dikarang oleh Abi al-Husein Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim)
- Sunan Nasa’i, 209 – 279 H (Disusun Oleh Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali)
- Sunan Abu Dawud, 202 – 275 H (Disusun Oleh Abu Dawud Sulaiman al-‘Asyast al-Sajastani)
- Sunan al-Tirmidzi, 215 – 306 H (Karangan Abu Isa Muhammad bin Isa al-Tirmidzi)
- Sunan Ibnu Majah, 209 – 273 H (Disusun Oleh Abu Abdillah bin Yazid al-Qazwaini)
Kitab-kitab tersebut di atas masih tersedia hingga saat ini dan dijadikan sebagai sumber hukum islam kedua dan referensi utama dalam mempelajari berbagai hadist Rasulullah SAW. Kitab Shahih Bukhari memiliki peringkat tertinggi dalam banyak hal diikuti oleh kitab Shahih Muslim. Kitab Shahih Bukhari tidak hanya menjadi yang pertama, akan tetapi juga menjadi rujukan dalam menetapkan standard untuk kitab-kitab shahih lainnya.
Sifat-sifat hadits berdasarkan perawi (orang yang meriwayatkannya) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, memiliki ingatan yang sangat baik/sempurna, tidak berillat dan tidak janggal serta memiliki sanad yang bersambung. sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat/cacat, dan tidak terdapat kejanggalan pada matannya. Illat dalam ilmu hadits, adalah suatu kecacatan terselubung dan tidak nyata (samar-samar) yang terdapat pada suatu hadits yang dapat menodai keshahih-an suatu hadits
- Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, akan tetapi memiliki ingatan / hafalan yang tidak begitu kuat, sanadnya bersambung, tidak terdapat illat dan tidak terdapat kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan biasanya dijadikan rujukan untuk sesuatu hal yang sifatnya tidak berat atau tidak terlalu penting
- Hadits Dhoif, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadist shahih ataupun hadits hasan. Satu syarat atau lebih dari kriteria hadist shahih atau hasan tidak dimiliki oleh hadist dalam kategori hadits dhoif.
Jadi terdapat perbedaan yang sangat jelas antara Al Qur’an dan Hadits, yaitu Al Qur’an adalah merupakan perkataan atau firman Allah SWT, sementara hadits adalah perkataan Nabi Muhammad SAW. Pada umumnya umat Islam akan mengikuti hadits Nabi jika tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang ada pada Al Quran. Namun apabila terdapat perbedaan ataupun kontradiksi antara hadits dan Al Quran, maka jelas Al Quran lah yang harus diutamakan, sebagaimana kedudukannya sebagai sumber hukum islam yang paling tinggi derajatnya.
3. IJTIHAD
Ijtihad adalah sumber hukum ketiga setelah Al Quran dan Hadits Nabi, sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang landasan penetapan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ketiga. Ijtihad sendiri memiliki arti, berikhtiar dengan sepenuh hati dan bersungguh-sungguh berusaha menemukan pemecahan masalah, yang tidak ada atau belum ada ketetapannya pada Al Quran maupun Hadits Nabi. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan akal pikiran yang sehat serta jernih, dengan berpedoman kepada tata cara penetapan hukum dan prinsip-prinsip islam yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk itu dalam melakukan Ijtihad seseorang haruslah memiliki beberapa persyaratan wajib yang akan menjadi landasan ilmu dan hukum ketika melakukan proses ijtihad yaitu :
- Memahami isi kandungan Al Qur’an dan Hadits dengan baik, khususnya yang bersangkutan dengan hukum-hukum islam
- Menguasai bahasa arab dengan baik sehingga mampu menafsirkan Al Quran dan hadits dengan benar
- Mengetahui soal-soal ijma (kesepakatan hukum dari hasil fatwa / musyawarah para ulama tentang suatu perkara yang tidak ditemukan pada Al Quran dan hadits)
- Memahami dan menguasai ilmu ushul fiqih serta kaidah-kaidah fiqih yang luas
Ijtihad sebagai sumber hukum islam ketiga dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu melalui Ijma dan Qiyas. Berikut definisi dan pengertian Ijma dan Qiyas tersebut.
IJMA
Pengertian Ijma : Ijma merupakan cara dalam melakukan ijtihad melalui kesepakatan hukum yang diperoleh dari fatwa atau kesepakatan/musyawarah mayoritas Ulama terhadap suatu perkara yang tidak ditemukan hukumnya dalam Al Qur’an maupun hadits. Walaupun demikian rujukan dalam menyepakati hukum tersebut tetap ada dalam Al-qur’an dan hadits. Jadi kedudukan Ijma (Ijtihad melalui cara Ijma) sebagai rujukan hukum, menempati urutan ketiga setelah Alquran dan hadits.
Contoh Ijtihad dengan cara Ijma bisa kita lihat pada hukum menggunakan obat-obatan terlarang seperti narkoba atau ganja dan berbagai minuman yang memabukkan. Allah SWT didalam Al Qur’an tidak menjelaskan tentang adanya larangan menggunakan atau mengkonsumsi narkoba atau ganja dan sejenisnya. Allah hanya melarang tentang meminum minuman khamar, yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 90, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-maidah :90)
Disinilah fungsi Ijma, yaitu mengambil dasar dari firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 90, para ulama bersepakat tentang keharaman mengkonsumsi ganja atau narkoba dan sejenisnya karena dapat memabukkan, seperti layaknya mengkonsumsi khamar yang sangat jelas dilarang oleh Allah SWT dan dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 90 di atas.
QIYAS
Pengertian Qiyas : Qiyas merupakan salah satu cara dalam melalukan ijtihad dengan menetapkan hukum suatu perkara yang tidak ada ketetapannya dalam Al Quran dan Hadits dengan melakukan perbandingan terhadap sesuatu perkara yang dianggap sama dan telah ditetapkan hukumnya dalam Al Quran ataupun hadits.
Contoh Ijtihad dengan cara Qiyas, semisal larangan memukul dan memarahi orang tua. Allah SWT di dalam Al Quran surat Al Isra ayat 23 telah berfirman, yang artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ : 23)
Sementara itu perbuatan memukul dan memarahi orang tua tidak disebutkan dalam ayat di atas. Oleh karena itu para ulama meng-qiyaskan dari ayat di atas bahwa hukum memukul dan memarahi orang tua sama dengan hukum berkata “Ah”, karena sama-sama akan menyakiti orang tua dan berdosa.
Demikianlah uraian dan penjelasan tentang sumber-sumber hukum islam yang sangat penting untuk kita ketahui sebagai seorang muslim. Semoga dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan dan ilmu agama kita semua. Aamiin.
Wallahu’alam bishawab.
sumber :
akidahislam.com/2016/09/perbedaan-al-quran-hadis-ijma-dan-qiyas.html
sitinuralfiah.wordpress.com/bahan-ajar-2/sumber-sumber-hukum-islam/
azzubairalawwam.blogspot.co.id/2012/11/illat-dalam-hadits.html
galerikitabkuning.com/2016/03/download-kutub-sittah-enam-kitab-hadits-gratis.html