GURU KENCING BERDIRI MURID KENCING BERLARI. Pagi itu, suasana di sebuah sekolah nampak seperti biasa. Murid-murid berlarian ke kelas masing-masing, setelah lonceng tanda masuk berbunyi, sementara para guru bersiap-siap untuk mengajar.
Tetapi drama kecil terjadi di sudut ruangan kantin tempat anak-anak biasa berkumpul di sela-sela waktu istirahat mereka. Tampak Pak Rahmat, seorang guru senior dan beberapa orang guru lain yang sebelumnya sedang menikmati sarapan terlihat bersiap-siap juga untuk mengajar.
Tiba-tiba seorang siswa kelas 5 bernama Andi, yang sedang berjalan dengan cepat menuju kelasnya, tertangkap basah membuang sampah sembarangan. Kejadian itu terlihat oleh petugas kebersihan yang langsung memberikan teguran kepadanya.
Akan tetapi dengan santainya Andi berkata,
“Pak Johan pula suka buang sampah di sini kok!”
Jawaban itu sontak membuat guru-guru yang masih berada di kantin, dan kebetulan dekat dengan kelas Andi bisa mendengar jawaban tersebut dan cuma bisa terdiam. Pak Rahmat, yang posisi duduknya paling dekat dengan kejadian itu cuma dapat menarik nafas panjang.
Keteladanan dalam Pendidikan
Pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” bukan semata-mata sebuah ungkapan, namun suatu kenyataan dalam dunia pendidikan. Peristiwa di atas hanyalah sebuah peristiwa rekaan, yang banyak terjadi di sekeliling kita.
Seorang pendidik, baik itu guru, orang tua, ataupun pemimpin merupakan orang-orang yang sikap dan tindak-tanduknya cenderung dijadikan contoh oleh orang-orang di sekitarnya. Perilaku seorang guru akan ditiru dan dijadikan contoh bagi para muridnya, begitu pula para orangtua akan menjadi contoh bagi anak-anaknya.
Bila sikap yang dicontohkan adalah sikap yang kurang baik, maka tidak mengherankan bila perilaku mereka akan ditiru oleh orang lain. Pada kisah di atas Pak Rahmat selaku seseorang pendidik senior di sekolah tersebut merasa tertampar.
Ia sadar kalau anak-anak bukan cuma belajar dari apa yang mereka dengar di dalam kelas, namun lebih banyak dari apa yang mereka amati tiap hari. Bila seseorang guru, orang tua ataupun pemimpin berperilaku tidak baik, maka anak-anak atau masyarakat yang dipimpin akan cenderung meniru dengan cara yang lebih kurang baik lagi.
Guru kencing berdiri murid kencing berlari, sebuah pepatah yang mencerminkan fenomena tersebut. Artinya orang yang meniru akan melakukan hal yang sama, dengan cara yang lebih, bisa lebih baik atau sebaliknya bisa lebih buruk lagi dari orang yang ditirunya.
Cerita di atas berlanjut dan semenjak peristiwa di kantin itu, Pak Rahmat mulai lebih mencermati perilakunya di depan murid-murid. Dia berupaya tiba di sekolah tepat waktu, tidak membuang sampah sembarangan, serta senantiasa memakai bahasa yang santun.
Dia sebagai guru senior di sekolah, juga mulai menularkan dan mengajak guru-guru lain tentang pentingnya memberikan keteladanan dalam perilaku mereka di sekolah dan secara umum dalam kehidupan sehari-hari. Karena guru adalah sosok yang seringkali dijadikan panutan dan contoh bagi murid-murid dan masyarakat sekitar.
Hingga suatu hari, seseorang siswa bernama Rudi mendekatinya.
“Pak, saya lihat bapak sekarang selalu membawa botol minum sendiri dan tidak pernah lagi menggunakan gelas plastik sekali pakai. Aku mau juga mencobanya Pak!” kata Rudi dengan penuh semangat.
Pak Rahmat tersenyum, Ia menyadari kalau perubahan kecil dalam dirinya ternyata sanggup membawa pengaruh besar untuk murid-muridnya. Guru kencing berdiri murid kencing berlari, pepatah yang harus menjadi peringatan bahwa keteladanan merupakan kunci utama dalam mendidik.
Keteladanan dalam Islam
Sejak awal ajaran Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wassalam, contoh keteladanan merupakan hal yang sangat diutamakan dan dijunjung tinggi. Sifat Sidik, Amanah dan Fathonah merupakan sifat-sifat yang melekat erat pada sosok mulia itu.
Sifat-sifat tersebut adalah sifat yang sangat mulia dan sangat layak untuk diteladani. Seperti ungkapan guru kencing berdiri, murid kencing berlari, jika sifat-sifat itu melekat pada diri seorang pemimpin, guru ataupun orang tua yang sesungguhnya adalah sosok pendidik, maka orang-orang yang mereka pimpin pun akan meniru dan memiliki sifat-sifat mulia seperti itu pula.
Disinilah arti pentingnya sebuah keteladanan. Dalam Al-Qur’an,. Allah berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya sudah terdapat pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ialah untuk orang yang mengharap (rahmat) Allah serta kehadiran hari kiamat serta ia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Ayat ini menegaskan kalau Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam merupakan contoh terbaik untuk umat manusia dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam mendidik serta membagikan keteladanan kepada generasi selanjutnya.
Tidak hanya itu, dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
Artinya : “Sesungguhnya saya diutus buat menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Baihaqi)
Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa tujuan utama dari ajaran Islam adalah untuk membangun akhlak yang baik, yang salah satunya dicapai lewat keteladanan yang benar.
Kenapa Keteladanan Itu Berarti ?
Pada sebuah webinar parenting secara online yang penulis ikuti dan sempat dibuat tulisan resumenya pada blog ini dengan judul “Jadilah Orang Tua Yang Bijak di Era Digital“, salah seorang narasumber Ustadz Abu Syauqi menyampaikan sebuah nasihat yang sangat berkesan yaitu,
“Anak tidak mendengar apa yang orangtua katakan, tetapi mereka melihat apa yang diperbuat oleh orangtuanya” – Ustadz Abu Syauqi
Hal ini pun dinyatakan oleh seorang psikologi pendidikan anak Novita Tandry, M.Psi, pada laman web detik health yang menyebutkan bahwa anak-anak lebih banyak belajar dengan meniru perbuatan orang-orang yang berpengaruh disekeliling mereka dibandingkan dengan semata-mata mendengar nasihat atau perkataan. Oleh sebab itu, contoh nyata sikap dan perbuatan dari para pendidik sangat penting dan berpengaruh bagi anak didik mereka.
Selalu berprilaku positif dimanapun dan kapanpun menjadi tuntutan yang diharapkan ada pada para pemimpin, guru dan orangtua. Lingkungan yang dipimpin oleh orang-orang dengan sikap keteladanan akan menjadi tempat terbaik bagi tumbuh dan berkembangnya ekosistem pembelajaran.
Jadi Teladan di Kehidupan Sehari-hari
Selaku orang tua, guru, ataupun pemimpin, sikap keteladanan dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti :
- Selalu berkata dan bersikap sopan kepada siapapun
- Tidak mengeluarkan perkataan yang kasar jika sedang marah
- Selalu menjaga kebersihan, dengan membuang sampah pada tempatnya
- Tidak suka mengingkari janji
- Selalu menghormati orang lain, tanpa pandang status, tua/muda, kaya/miskin dan lain sebagainya, karena setiap manusia di dunia ini adalah mahluk yang sama derajatnya di sisi Allah subhanahu wata’ala
- dan lain-lain
Dengan menampilkan sikap yang baik dalam keseharian, para guru, orangtua dan pemimpin tidak hanya mendidik anak-anak atau orang-orang disekitar mereka, namun sesungguhnya mereka sedang membangun kepribadian mereka supaya jadi individu yang lebih baik di masa depan, sekaligus membangun peradaban di lingkungan mereka sendiri.
Secuplik Kisah Keteladanan rasulullah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam dikenal sebagai pribadi yang sangat santun dan bijaksana. Dalam suatu riwayat, dikisahkan kalau pada suatu hari terdapat seseorang Arab Badui yang kencing di dalam masjid.
Para sahabat Rasulullah yang melihat perbuatan Arab Badui itu tentu saja terkejut dan langsung menghardiknya. Akan tetapi apa yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaih iwasssalam justru berbeda, beliau berkata dengan penuh kelembutan sebagaimana dijelaskan pada laman Rumaysho,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, beliau berkata, Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardik orang ini. Namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disirami. (HR. Bukhari no. 221 dan Muslim no. 284)
Kisah pada hadits ini memberikan pelajaran hikmah kepada kita, bahwa sebagai seorang pemimpin ataupun pendidik wajib memiliki kesabaran dan kebijaksanaan dalam bertindak. Harus bisa melihat segala sesuatu yang terjadi, seburuk apapun kejadiannya melalui kacamata hikmah, dan lebih mengutamakan pembelajaran atau hikmah yang bisa diambil dibandingkan dengan memberi hukuman.
Segala perubahan besar dalam kehidupan manusia tidaklah pernah terjadi secara tiba-tiba. Selalu ada langkah-langkah kecil yang dilakukan sebelum berkembang atau bergulung menjadi suatu langkah perubahan yang besar.
Sebagai sebuah refleksi dalam dunia pendidikan, pepatah lama “Guru kencing berdiri murid kencing berlari” tetap memiliki makna yang tak pernah lekang oleh waktu. Bila kita ingin generasi mendatang jadi lebih baik, mulailah dari diri sendiri.
Jadikan diri kita menjadi teladan bagi anak didik, bagi keluarga, bagi masyarakat dan lingkungan, melalui sikap serta perbuatan kita sehari-hari, kapanpun dan dimanapun kita berada. Sebagaimana Rasulullah ajarkan dalam hadits di atas dan juga pesan beliau yang ada pada hadits berikut,
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ath-Thabrani)
Semoga artikel dengan judul “Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari, Refleksi Keteladanan” bisa bermanfaat untuk sahabat pembaca dan penulis pribadi.
Barakallahu fiikum.