HUKUM MEWARNAI RAMBUT DALAM ISLAM. Sahabat Quran, dewasa ini sudah cukup jamak kalau kita melihat disekitar kita orang-orang yang memberikan warna-warni pada rambut-rambut mereka. Bukan hanya pria tetapi juga wanitanya. Tidak jarang tindakan itu karena ikut-ikutan arus trend yang dibawa oleh artis luar, yang sering dilihat melalui media televisi maupun online. Sebagai seorang mukmin sudah sewajibnya kita paham bagaimana Islam menyikapi kejadian ini ?
Mari kita simak hadits Rasulullah SAW berikut ini,
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.” (HR. Muslim no. 2102)
diperjelas dengan hadist ini,
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saat akhir zaman kelak akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam seperti tembolok merpati. Mereka itu tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan Al Hakim. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini shahih). Karena dikatakan tidak akan mencium bau surga, maka perbuatan ini termasuk dosa besar. (Lihat Al Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 60/23, 234/27)
Jadi jelaslah bahwa hukum mewarnai rambut yang sudah tumbuh uban tidak dilarang dalam islam, asalkan tidak mewarnainya / menyemirnya dengan warna hitam.
Lalu apakah berarti hukum mewarnai rambut dengan warna selain hitam diperbolehkan dalam islam ? Berikut beberapa hadist Rasulullah yang terkait dengan hal itu.
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 4211, dari Ibnu Abbas, dia berkata, Seorang yang menyemir rambutnya dengan hinaa’ (pacar) melewati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau berkata, “Bagus sekali orang itu”, Kemudian lewat lagi seseorang di depan beliau seorang yang menyemir rambutnya dengan hinaa'(pacar) dan katm (inai), maka beliau berkata, “Bagus sekali orang itu”, Kemudian lewat lagi seseorang yang menyemir rambutnya keemasan, maka beliau berkata, “Yang ini lebih baik dari yang lainnya”.
Pembicaraan dalam hadits ini adalah semata anjuran tentang mewarnai rambut dengan warna lain, tetapi bukan sebab mewarnai/menyemir secara mutlak, yaitu hukum mewarnai / menyemir rambut yang tidak beruban. Artinya mewarnai / menyemir rambut yang sudah tumbuh uban dengan warna selain hitam tidak dilarang, bahkan dianjurkan.
HUKUM MEWARNAI RAMBUT YANG TIDAK BERUBAN
Bagaimana pula dengan rambut yang masih hitam atau belum beruban ? Apakah diperbolehkan mewarnainya / menyemirnya ?
Simak hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Nasai dan Tirmidzi,
“Rubahlah (warna) uban dan jangan serupakan Yahudi.” (HR. Nasai, no. 4986, Tirmizi, no. 1674)
Dalam riwayat Muslim (3924) disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, saat melihat uban di kepala bapak Abu Bakar, beliau berkata, “Rubahlah itu dengan sesuatu.”
Sedangkan dalam riwayat Bukhari (5448) diriwayatkan beliau bersabda, “Sesungguhnya Yahudi tidak menyemir rambutnya, maka berbedalah dengan mereka.”
Dari hadis-hadist tersebut dapat dijelaskan bahwa anjuran menyemir rambut dengan warna selain hitam hanya diperuntukkan bagi rambut yang sudah beruban. Sementara jika melihat contoh dari Rasulullah sendiri, para ulama masih berselisih pendapat tentang apakah Rasulullah menyemir rambutnya atau tidak.
Dari Ibnu Qayim rahimahullah, “Para sahabat memiliki perbedaan pendapat tentang semirannya”. Anas berkata, “Beliau tidak mewarnai rambutnya”. Abu Hurairah berkata, “Beliau mewarnai rambutnya”. Dari Humaid bin Anas, Hammad bin Salamah meriwayatkan, “Aku menyaksikan rambut Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diwarnai”. Hamad berkata, “Abdullah bin Muhammad bin Aqil memberi kabar kepadaku, dia berkata”, “Aku menyaksikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di sebelah Anas bin Malik, rambutnya diwarnai”.
Orang-orang berkata, “Rasulullah shallallahu alaih wa sallam suka memakai minyak wangi sehingga rambutnya memerah, maka orang menyangka beliau mewarnai rambutnya, padahal beliau tidak mewarnainya.”
Abu Ramtsah bercerita, “Aku datang ke Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan puteraku, kemudian beliau bertanya, ‘Apakah dia puteramu?’ Aku katakan, ‘Ya, aku bersama dengannya.’ Beliau berkata, ‘Engkau tidak boleh menzaliminya dan dia dilarang menzalimimu.’ Aku lihat ubannya memerah.” Tirmizi meriwayatkan, ‘Riwayat ini merupakan riwayat terbaik yang diriwayatkan dalam bab ini, karena riwayat-riwayat shahih menyatakan bahwa Nabi tidak memiliki uban. Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Sammak bin Harb, dikatakan melalui Jabir bin Samurah, ‘Apakah rambut Nabi ada uban?’ Dia menjawab, ‘Rambutnya tidak beruban hanya saja ada beberapa helai rambut pada bagian tengah kepalanya yang diberi minyak, dan terlihat olehku minyaknya.” (Zaadul Ma’ad, 1/169)
Dari penjelasan diatas, maka hukum mewarnai rambut tanpa adanya uban tidak termasuk sunah dan tidak dianggap sebagai meneladani Rasulullah, karena tidak ada tuntutan untuk itu dan tidak ada maslahat syar’iah karena mewarnai / menyemir uban.
Bahkan para ulama mengingatkan tentang hal-hal yang mutlak harus dipastikan sebelum menyatakan hukum mewarnai rambut itu diperbolehkan, yaitu :
Pertama, Dilarang apabila mengandung penyerupaan yang diharamkan. Seperti menyerupai orang kafir dan orang fasik. Karena hal ini diharamkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031, hasan menurut Al Hafizh Abu Thohir)
Kedua, dilarang jika semiran rambut condong menyerupai kaum wanita, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menyerupai wanita dan melaknat pelakunya (Bukhari, 5435)
Ketiga, pastikan zat yang digunakan untuk menyemir bukanlah berasal dari zat yang haram dan apabila pewarna tersebut tidak menyerap ke rambut, justru akan menjadi lapisan sendiri di kulit rambut, oleh karena itu pewarna seperti ini tidak boleh digunakan karena bisa mengakibatkan air tidak dapat masuk ke kulit rambut saat berwudhu dan menyebabkan wudhu menjadi tidak sah.
Oleh karenanya ketika hendak mewarnai/menyemir rambut yang telah beruban, pastikan bahwa niat dan tujuan mewarnai/menyemir rambut yang akan dilakukan, semata-mata untuk menjalankan sunnah Rasulullah. Yaitu untuk merubah uban dan berbeda dari Yahudi dan Nashrani, seperti hadist yang sudah dijelaskan di atas dan bukan untuk dalam rangka tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir atau pun meniru orang yang gemar berbuat maksiat (baca: orang fasik).
Demikianlah pembahasan tentang hukum mewarnai rambut dari sudut pandangan ajaran agama Islam. Semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pembahasan di atas, dan senantiasa dijauhkan dari sifat-sifat tasyabbuh tersebut.
Wallahu’alam bishawab…
Artikel : www.pondokislami.com
Sumber : https://rumaysho.com, https://islamqa.info