Nggak Harus Sama, Tapi Harus Satu: Qs. Ali Imran 103

ALI IMRAN 103. Akhir-akhir ini, di tengah hiruk-pikuk medsos, obrolan grup, debat-debat kecil , saya kepikiran satu hal: kenapa ya kita makin susah bareng-bareng? Makin gampang misah, gampang baper, gampang salah paham. Padahal…

ali-imran-103

Allah sudah menegaskan dalam firman-Nya,

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)

Ayat ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tapi, kok makin ke sini justru makin terasa relevan? Nggak tahu kamu, tapi buat saya, ini bukan cuma soal tafsir, ini kayak teguran.

Tafsir Singkat Ali Imran 103 dari Para Mufassir

Kalau kata para ulama ahli tafsir (Imam al-Tabari, Ibn Katsir, dan al-Qurtubi), yang dimaksud “ḥablullāh” atau tali Allah, ya Islam itu sendiri. Al-Qur’an, ajaran Nabi, semua nilai yang Allah turunkan untuk jadi pedoman hidup kita.

Imam Al-Tabarī menjelaskan bahwa “hablullah” adalah al-Qur’an dan Islam, tali penghubung antara manusia dengan Allah. Ibn. Kathīr menafsirkan ayat ini turun untuk menyatukan dua suku Anshar, Aus dan Khazraj, yang dahulu saling memusuhi, lalu disatukan oleh iman.

Sedangkan Al-Qurṭubī menegaskan, “sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan”

Syaikh as-Sa‘dī, salah seorang ulama kontemporer ahli tafsir dari Arab Saudi menambahkan, bahwa kekuatan dan kemuliaan umat hanya akan terwujud bila mereka berpegang teguh pada tali Allah bersama-sama, bukan sendiri-sendiri.

Tapi saya rasa, buat kita yang hidup di zaman penuh suara ini, tali itu juga bisa berarti: pegangan, arah hidup, benang merah yang nyambungin kita sama Allah dan sama manusia lain.

Zaman Sekarang: Pecah Karena Hal Kecil

Ayat ini terasa sangat relevan bagi kita hari ini. Lihatlah kondisi umat Islam sekarang, di negeri sendiri, kita sering terpecah oleh pilihan politik, oleh perbedaan ormas, bahkan oleh perbedaan furu‘iyah (cabang fiqih) yang seharusnya tak membuat kita bermusuhan.

Kita lebih sibuk mencari kesalahan saudara seiman, daripada memperbaiki diri bersama.
Sementara di luar sana, saudara-saudara kita tertindas di berbagai penjuru dunia, konflik Palestina, di Suriah, di Gaza, di Rohingya, dan kita masih sibuk berdebat siapa yang paling benar.

Kita ini, umat yang satu, tapi kadang merasa kayak hidup di kubu-kubu. Allah nggak suruh kita jadi kloning. Tapi juga nggak ngasih lampu hijau buat pisah-pisah. Iman kita satu, kiblat kita sama, tapi kenapa hati kita sering nggak searah?

Persatuan dalam Islam bukan berarti kita harus sama dalam segala hal. Kita boleh berbeda pendapat, tetapi tidak boleh saling membenci. Kita boleh memiliki warna dan pandangan yang beragam, tetapi arah kita harus satu, menuju ridha Allah.

Allah tidak menuntut kita seragam, tetapi menuntut kita bersaudara. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Hujurat ayat 10,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara; maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.” (QS. Al-Hujurat : 10)

Pegang Tali Itu Gimana Caranya?

Gampang? Enggak juga. Tapi bisa dimulai. Contohnya:

  • Shalat? Bukan cuma ritual, tapi pengingat bahwa kita tunduk pada yang sama.
  • Akhlak ke orang lain? Itu bentuk nyata kalau kita masih terhubung sama ajaran.
  • Jaga hubungan di rumah, di kantor, di masjid? Itu latihan memegang tali Allah bareng-bareng.

Kalau kita udah mulai sinis, gampang kesel, atau males ketemu orang yang nggak sefrekuensi, itu mungkin tanda tali kita mulai lepas.

Tanda-tanda umat udah nggak nyambung lagi:

  1. Gampang emosi soal perbedaan sepele.
  2. Ngerasa paling benar, dan sisanya sesat.
  3. Masjid jadi ruang kelompok, bukan ruang semua.
  4. Komunitas keagamaan malah jadi ajang rebutan nama.

Kalau udah begini, jangan nyalahin dunia luar dulu. Coba cek ke dalam.

Apa yang bisa kita lakuin (meski kecil)?

  • Turunkan ego, kadang, diem lebih bijak daripada menang debat.
  • Belajar lagi, bukan cuma hafal ayat, tapi ngerti maksudnya.
  • Dengarkan orang, nggak harus setuju, tapi coba pahami kenapa mereka bisa mikir begitu.
  • Bikin rumah & masjid jadi tempat yang ringan buat ngobrol. Tempat buat jadi manusia, bukan robot yang harus sesuai template.

Dulu, Suku Aus dan Khazraj Musuhan Lama.

Dua suku ini ribut bertahun-tahun. Tapi saat Islam datang, pelan-pelan mereka berubah. Jadi saudara, jadi pelindung satu sama lain.

Yang bikin mereka nyambung lagi? Bukan politik, tapi iman.

Bayangin kalau kita hari ini bisa kayak mereka. Tenaga yang biasanya habis buat debat, kita ubah buat bantu sesama. Buat gerak bareng.

Kalau kita kembali memegang perintah Allah di Surat Ali Imran 103, mungkin ini yang terjadi:

  • Umat nggak gampang dikotak-kotakkan, ukhuwah islamiyah kuat.
  • Anak-anak tumbuh di lingkungan yang sehat, yang adem.
  • Konflik nggak hilang, tapi bisa dibahas tanpa bakar emosi.
  • Dakwah jadi kerja tim, bukan ajang solo karier.
  • Hati kita lebih damai, nggak gampang panas.

Nggak Instan, Tapi Bisa Mulai Sekarang

Persatuan itu proses, nggak bisa dipaksa, tapi juga nggak bisa ditunda terus. Kita semua punya bagian dan kontribusi buat nyambungin yang mulai renggang itu.

Surat Ali Imran 103 mengingatkan kita, bahwa kekuatan itu ada kalau hati kita satu. Kalau komitmen kita ke Allah itu nyata, bukan cuma status.

Coba deh:

  • Maafkan orang yang beda pendapat.
  • Turunkan nada waktu bicara.
  • Mulai lagi obrolan yang tertunda.
  • Pegang lagi nilai-nilai Islam yang lembut, yang menguatkan.

“…dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.…”

Jika umat ini ingin kembali mulia, maka mulai hari ini, mari kita perkuat ukhuwah kita; mulai dari keluarga, tetangga, jamaah masjid, hingga umat seluruhnya.

Kita nggak harus seragam, tapi jangan sampai kehilangan rasa satu, yaitu hanya satu komitmen kepada yang menciptakan kita, Allah subhanahu wata’ala.

Semoga artikel singkat tentang makna dan hikmah dari Surat Ali Imran 103 ini bisa memberikan manfaat dalam rangka saling mengingatkan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, semua yang benar datangnya dari Allah semata, dan semua kekeliruan atau kekhilafan semata karena kelemahan dan kefakiran penulis.

Wallahu a’lam bishawab.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Al Quran Besar (A4) Murah, Dibawah 100rb
This is default text for notification bar