SURAT AL LAIL BESERTA ARTINYA DAN HIKMAH DI DALAMNYA. Sahabat pembaca Pondok Islami, artikel kali ini merupakan sebuah catatan pribadi penulis. Yang mana pada satu waktu belum lama ini, mendapatkan kesempatan untuk belajar mengkaji Surat Al-Lail, dari berbagai sumber kajian yang ada, yaitu buku dan internet.
Penulis pribadi bukanlah seorang ustadz ataupun orang yang berlatar belakang pendidikan agama. Artikel ini, dan semua tulisan yang pada blog Pondok Islami, merupakan salah satu bentuk ikhtiar penulis, dalam proses belajar, sebagaimana Imam Syafi’i pernah berkata, “Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya“.
Begitu pula junjungan kita Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan dalam salah satu hadistnya,
“Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. at-Thabarani)
Semoga artikel ini bisa menjadi ladang amal, sekaligus pengikat ilmu yang sedang dipelajari. Tentu saja banyak kekurangan, kealpaan yang penulis lakukan dalam tulisan ini, oleh karenanya mohon masukan (feedback) dari para pembaca semua, jika ada kesalahan ataupun kekeliruan yang mungkin terjadi pada tulisan / bahasan kali ini.
Baiklah sahabat pembaca semua, sebelum kita pahami ayat demi ayat dari Surat Al-Lail ini, mari kita baca terlebih dahulu isi dari surat Al-Lail.
ASBABUN NUZUL SURAT AL LAIL
Surat Al-Lail adalah surat ke-92, terdiri dari 21 ayat dan merupakan Surat Makiyyah. Diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah. Pokok bahasan dalam surat ini berkaitan dengan orang-orang yang berinfak dan orang-orang yang bakhil.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang pemilik pohon kurma mempunyai pohon yang mayangnya menjulur ke rumah tetanganya, seorang fakir yang banyak anak. Setiap kali pemilik kurma itu memetik buahnya, ia memetiknya dari rumah tetangganya itu.
Apabila ada kurma yang jatuh dan dipungut oleh anak-anak orang fakir itu, ia segera turun dan merampasnya dari tangan anak-anak itu, bahkan yang sudah masuk mulut mereka pun dipaksanya keluar. Orang fakir itu mengadukan halnya kepada Nabi Muhammad SAW.
Beliau pun berjanji akan menyelesaikannya. Kemudian Rasulullah bertemu dengan pemilik kurma itu dan bersabda: “Berikan kepadaku pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah si anu. Sebagai gantinya kamu akan mendapat pohon kurma di surga.” Si pemilik pohon kurma berkata: “Hanya sekian tawaran tuan? Aku mempunyai banyak pohon kurma, dan pohon kurma yang diminta itu yang paling baik buahnya.” Lalu si pemilik pohon kurma itu pun pergi.
Pembicaraan si pemilik pohon kurma dengan Nabi SAW itu, terdengar oleh seorang dermawan, yang langsung menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Seandainya pohon itu menjadi milikku, apakah tawaran tuan itu berlaku juga bagiku?” Rasulullah menjawab : “Ya.” Maka pergilah orang itu menemui pemilik pohon kurma.
Si pemilik pohon kurma berkata: “Apakah engkau tahu bahwa Muhammad SAW menjanjikan pohon kurma di surga sebagai ganti pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah tetanggaku ? Aku telah mencatat tawaran beliau. Akan tetapi buah pohon kurma itu sangat mengagumkan. Aku banyak mempunyai pohon kurma, tetapi tidak ada satu pohon pun yang selebat itu.”
Orang dermawan itu berkata: “Apakah engkau mau menjualnya?” Ia menjawab : “Tidak, kecuali apabila ada orang yang sanggup memenuhi keinginanku, akan tetapi pasti tidak akan ada yang sanggup.” Orang dermawan itu berkata lagi: “Berapa yang engkau inginkan?” Ia berkata : “Aku ingin empat puluh pohon kurma.”
Orang dermawan itu terdiam, kemudian berkata lagi : “Engkau minta yang bukan-bukan. Tapi baiklah aku berikan empat puluh pohon kurma padamu, dan aku minta saksi jika engkau benar-benar mau menukarnya.” Iapun memanggil sahabat-sahabatnya untuk menyaksikan penukaran itu.
Orang dermawan itu menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, pohon kurma itu telah menjadi milikku. Aku akan menyerahkannya kepada tuan.” Maka berangkatlah Rasulullah saw menemui pemilik rumah yang fakir itu dan bersabda: “Ambillah pohon kurma itu untukmu dan keluargamu.”
Maka turunlah ayat ini (al-Lail ayat 1- akhir ayat) yang membedakan kedudukan dan kesudahan orang bakhil dengan orang dermawan.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dll, dari al-Hakam bin Abban, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari ‘Ibnu ‘Abbas. Menurut Ibnu Katsir, hadits ini gharib.)
TAFSIR SURAT AL LAIL
Umumnya surat-surat Makiyah, terutama yang terdapat dalam Juz Amma dibuka dengan sumpah, karena pembicaraannya ditujukan kepada orang-orang musyrikin Arab yang mengingkari hari kebangkitan dan juga mengingkari Rasulullah, sehingga butuh adanya penguat atau penekanan di dalam penyampaian informasi.
Dan diantara uslub (cara) bahasa Arab, untuk memberikan penekanan adalah dengan menggunakan sumpah. Orang-orang Arab dahulu jika mereka ingin menekankan sesuatu maka mereka mengawalinya dengan sumpah, sampai pun zaman sekarang, uslub tersebut tetap bertahan di tengah-tengah bangsa Arab.
Hanya saja perbedaan antara sumpahnya Allah dengan sumpahnya manusia adalah Allah bebas bersumpah dengan makhluk-makhluk yang dikehendaki-Nya. Adapun manusia maka tidak boleh seorang pun bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah melakukan ke-syirikan.
- وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”
2. وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ
“Demi siang apabila terang benderang”
Dalam Al Quran, Allah seringkali bersumpah dengan waktu, waktu fajar (walfajr, Al-Fajr), waktu dhuha (wadhuha, AdDhuha), waktu ashar (wal-ashr, Al-Asr), waktu maghrib (falaa uqsimubisyafaq, Al-Insyiqaq:16) dan di surat Al-Lail ini Allah bersumpah demi waktu malam dan siang.
Hal ini sekali lagi sebagai penuntun kepada kita betapa penting yang namanya waktu bagi manusia. Waktu adalah nikmat / karunia Allah yang paling mahal. Semua kita akan dihisab tentang waktu, dan waktu merupakan kekayaan termahal bagi kita.
Waktu adalah kehidupan (Al Waktub wal hayah), oleh karenanya belum pernah Allah bersumpah dalam AlQuran sebanyak bersumpah atas nama waktu. Dalam setiap perubahan waktu Allah bersumpah atasnya.
Hal ini menunjukkan betapa agungnya waktu. Imam Ar-Rozi, ulama tafsir sekaligus ilmuwan termashur dari Iran abad ke-5, mengatakan bahwa ketika Allah bersumpah atas sesuatu, hal itu dikarenakan keagungannya. Didalamnya ada hikmah yang besar, perhitungan-perhitungan yang besar, yang menunjukkan keagungannya.
Jadi kalau orang barat sering menyebutkan quotes/ungkapan yang sangat terkenal di dunia bisnis, “waktu adalah uang”, maka bagi kita sebagai orang islam quotes / ungkapan tersebut jelas-jelas salah. Karena waktu bagi umat Islam, tidaklah tergantikan, apalagi hanya dengan uang. Uang bisa dicari/diganti, akan tetapi waktu yang telah berlalu tidak akan mungkin / bisa tergantikan, waktu memiliki nilai yang sangat agung/mulia bagi manusia.
Pada dua ayat ini, Allah bersumpah dengan dua hal yang saling berlawanan, yaitu waktu siang dan malam. Dari dua waktu ini Allah bersumpah untuk menunjukkan betapa waktu malam hari itu merupakan anugerah dan karunia Allah yang sangat besar bagi hamba-hamba-Nya, sekaligus bukti kekuasaan Allah yang Maha Besar dan Maha Kuasa.
Pada waktu malam hari inilah orang-orang dapat beristirahat dengan tenang di rumahnya masing-masing, setelah beraktifitas, berlelah-lelah di siang harinya. Malam hari Allah ciptakan penuh dengan kegelapan, kesunyian, sepi, dan ketenangan agar manusia bisa beristirahat.
Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا
“Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian.” (QS An-Naba’ : 10)
Gelapnya malam yang Allah ciptakan itu ibaratnya pakaian (libasa) yang menyelimuti seluruh tubuh, dalam hal ini menyelimuti seluruh bumi tanpa terkecuali dimana manusia berada. Allah SWT ingin menunjukkan bahwa kegelapan malam ini merupakan bukti kekuasaan-Nya, kebesaran-Nya, agar manusia berpikir. Hingga saat ini tidak ada satupun teknologi ciptaan manusia yang mampu menerangi seluruh alam raya (dunia) secara sekaligus tanpa terkecuali/tersisa.
Termasuk juga, tak ada satupun manusia dengan segala kecerdasannya dan teknologi yang dimilikinya mampu membuat seluruh bumi dalam keadaan gelap seperti gelapnya malam yang Allah ciptakan.
Kebalikannya dalam ayat ke-2, Allah kembali bersumpah demi siang yang terang benderang, untuk menunjukkan kepada manusia kekuasaannya melalui matahari, mahluk-Nya yang mampu memancarkan sinar untuk menerangi kegelapan malam secara menyeluruh tanpa terkecuali, dengan munculnya waktu siang yang terang benderang, hanya dengan 1 mahluk ciptaannya (yaitu matahari).
Begitu pula waktu siang ini Allah jadikan sebagai waktu bagi manusia untuk beraktifitas dengan segala ikhtiarnya untuk mencari penghidupan. Agar manusia bisa terus bergerak, bertumbuh mengisi kehidupan mereka.
Kedua ayat ini menunjukkan betapa kuasanya Allah, betapa kecilnya kita sebagai hamba-Nya. Hanya dengan 2 mahluk ciptaan-Nya ini saja, kita sudah tidak berdaya apa-apa di hadapan Allah SWT. Allah SWT sengaja ceritakan ini, dengan tujuan agar mahluknya tahu diri, mahluknya sadar diri, merasa tidak berarti apa-apa dihadapan Allah SWT, mengakui bahwa Allah lah yang Maha Besar.
3. وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَىٰ
“Dan demi penciptaan laki-laki dan perempuan”
Kemudian Allah bersumpah atas mahluk ciptaannya yang lain, yaitu laki-laki dan perempuan yang berbeda jenis, berpasang-pasangan, yang penciptaannya Allah lakukan agar terjadi keberlangsungan hidup. Sekali lagi ini merupakan sebuah bukti keagungan, kekuasaan sekaligus kebesaran Allah.
Bagi kita yang dulu pernah bermain game SIMCITY, pasti pernah merasakan bagaimana membangun sebuah kota, dengan segala pernak perniknya, dengan segala aturan yang kita buat dengan tujuan menghasilkan kota dengan perkembangan terbaik dari segala sisi.
Kira-kira begitulah secuplik gambaran sederhana bagaimana Allah mendesain, menciptakan mahluk-mahluknya, yang ada diseluruh alam semesta, termasuk bumi, matahari, planet-planet, manusia (laki-laki dan pempuan), tumbuhan, hewan, yang senantiasa bergerak, berevolusi, berkembangbiak, bertumbuh, mati, lahir dan terus berlangsung kehidupan di dunia ini atas kuasa-Nya yang serba Maha.
Bedanya tentu saja kita memainkan game tsb dengan segala keterbatasan kita sebagai mahluk-Nya yang sangat lemah, sementara Allah mencipta, mendesain sekaligus menjaga seluruh ciptaan-Nya dengan ke-Mahabesaran dan kesempurnaan-Nya, yang jelas tidak mungkin bisa kita bayangkan dengan akal pikiran kita.
Pada 3 ayat di atas Allah bersumpah dengan berbagai macam makhluknya yang saling berpasang-pasangan. Ada malam ada siang, ada laki-laki ada perempuan, begitu pula amalan manusia juga berpasang pasangan. Ada amalan yang baik dan ada pula amalan yang buruk. Tidak semua manusia berada dalam satu jenis. Ada yang melakukan kebaikan ada yang melakukan keburukan, ada yang beriman ada yang kafir.
Allah jelaskan dalam ayat berikutnya :
4. إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ
“Sesungguhnya usaha kalian bermacam-macam”
Yang perbuatannya baik dengannya ia masuk surga, yang melakukan perbuatan buruk dan dengannya ia masuk neraka. Di akhirat nanti manusia terbagi 2, yaitu ada yang nampak sebagai ahli surga, yaitu yang menerima bukunya dengan tangan kanan. Sebagaimana Allah jelaskan dalam surat Al Insyiqaq (7-9).
Dan ada yang nampak sebagai ahli neraka, yaitu yang menerima bukunya dengan tangan kiri. Dan dia berusaha menghindar dengan menyembunyikan tangan dibelakang punggungnya. Maka bukunya akan sampai ke tangan kirinya dari belakang punggungnya, Al Isyiqaq (10-12).
Inna sa’yakum lasatta, seperti yang kita lihat saat ini, ada yang baik ada yang buruk. Ada yang berpihak kepada Allah, ada yang berpihak kepada setan. Ada yang membela ulama, ada yang menghina/menistakan ulama dan Allah serta Rasulnya, bermacam-macam.
Allah memang telah memberikan kepada manusia kesempatan untuk memilih. Artinya Allah telah beri kepada manusia kemampuan untuk memilih, yang baik yang buruk, yg halal yg haram. Pilihannya ada pada manusia itu sendiri, memilih kebaikan masuk surga, memilih keburukan masuk neraka, masing-masing ada resikonya.
Selanjutnya pada ayat berikutnya Allah memberikan ciri-ciri golongan manusia yang pertama, yaitu ahli surga :
5. فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa”
Ciri pertama dan kedua adalah suka berbagi dan bertakwa kepada Allah.
Ciri ketiga :
6. وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
“Dan membenarkan yang terbaik”
Membenarkan janji Allah SWT nanti diakhirat. Membenarkan adanya surga, yang berbuat baik akan masuk surga, segala perbuatan baik akan dibalas Allah dengan kebaikan.
Maka inilah dia ciri-ciri ahli surga.
7. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
“Maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)”
Allah akan memudahkannya beramal sholeh selama di dunia, Allah mudahkan ia untuk berinfak di jalan Allah SWT (al yusr = mudah untuk melakukan kebaikan / amal sholeh, infaq, jannah/surga) dan di akhirat Allah masukkan ia ke surga.
Pada ayat berikutnya, Allah gambarkan kebalikannya, yaitu golongan yang kedua (ahli neraka), mereka yang pelit dan bakhil.
8. وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ
“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah)”
Ayat ini merupakan kebalikan dari ayat sebelumnya (ayat 5), dimana Allah menyebutkan lawan kata dari :
- ‘a tho (mudah berbagi) lawannya ‘bakhila (kikir)
- ‘wattaqaa (takwa, takut pada Allah, mengikuti perintah Allah, butuh pertolongan Allah) lawannya ‘ishtaghna (tidak butuh Allah, merasa hebat, merasa kaya, merasa cukup dengan apa yang sudah dimilikinya di dunia).
9. وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ
“Serta mendustakan yang terbaik”
‘wa soddaqo (membenarkan) dgn ‘wakadzaba (mendustakan)
Maka orang-orang yang demikian ini (golongan kedua) ganjarannya di akhirat nanti adalah neraka dan selama hidup didunia Allah akan mudahkan mereka tenggelam dalam keburukan (istidraj) dan sulit untuk melakukan kebaikan, dan akhirnya nanti Allah mudahkan masuk neraka.
10. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
“Maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan)”
Golongan ini adalah golongan yang sulit untuk tersenyum, senang membuat orang sengsara/sulit, susah melihat orang senang, dan senang melihat orang susah. Di dunia ia akan sengsara karena sibuk dengan maksiat dan dosa, dan diakhirat langsung Allah masukkan kedalam neraka.
Realita seperti ini banyak dijumpai dalam kehidupan nyata. Seseorang yang punya banyak harta tetapi infak untuk acara-acara kebaikan dia berat hati mengeluarkannya. Berbeda halnya jika dalam acara kemaksiatan, maka dia rela uangnya keluar banyak. Inilah diantara hukuman Allah kepadanya. Uangnya habis untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat, sungguh semua itu akan dihisab oleh Allah.
Ia tidak sadar ternyata hartanya yang banyak dan segala yang dia miliki didunia tidak dapat menolongnya saat berhadapan dengan Allah di akhirat nanti, sebagaimana Allah tegaskan dalam ayat berikutnya :
11. وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa”
Inilah gambaran dari Allah tentang akibat dari keburukan yang mereka lakukan di dunia.
Dalam ayat berikutnya Allah tegaskan kembali betapa Allah sesungguhnya telah memberikan peringatan dan petunjuk yang nyata, sebagai jawaban atas pertanyaan mereka yang ‘ngeyel’ dengan pembelaan seolah-olah tidak diperingatkan sebelumnya.
12. إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ
“Sesungguhnya Kamilah yang memberi petunjuk”
Yaitu tentang jalan yang benar dan jalan yang salah. Allah mengirim para Rasul untuk menjelaskan mana jalan kebenaran dan mana jalan keburukan, sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya :
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan kejahatan).” (QS Al-Balad : 10)
Maka sesungguhnya semua petunjuk itu telah jelas. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya dengan sangat gamblang. Al Quran telah Allah turunkan sebagai petunjuk yang sangat jelas, tinggal manusia itu mau ikut atau tidak.
Dan pada akhirnya sebagai pemilik semuanya, Allah lah yang akan mengadili sebagai penguasanya.
13. وَإِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَالْأُولَىٰ
“Dan sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia itu”
Jika manusia itu telah mengetahui bahwa dunia beserta akhirat itu milik Allah, Allahlah yang mengatur keduanya lantas kepada siapa lagi dia harus menyembah dan beribadah kalau bukan kepada Allah semata.
Kemudian Allah lanjutkan peringatan-Nya :
14. فَأَنذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ
“Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala”
Allah memperingatkan akan neraka yang menyala-nyala, yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bakhil, orang yang pelit, yang tidak beriman dengan hari akhir, yang tidak mau berinfak di jalan Allah.
15. لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى
“Tidak ada yang memasukinya kecuali orang-orang yang paling celaka”
Gara-gara satu celupan di neraka jahannam, dia melupakan semua kenikmatan yang pernah dirasakannya, padahal dia adalah orang yang paling senang kehidupannya di dunia. Tapi kelak akan menjadi orang yang paling celaka.
Di akhir surat ini Allah SWT kemudian kembali memberikan pengulangan sebagai penegasan dari apa yang telah Allah sebutkan sebelumnya.
Pertama, golongan orang yang memilih keburukan selama di dunia, dan memilih jalan neraka, yaitu :
16. الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
“Yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman)”
Kedua, golongan yang memilih jalan kebaikan, kebenaran, yang akan menjauhkannya dari neraka, yaitu :
17. وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
“Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang bertakwa”
18. الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
“Yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya)”
Yaitu dia berinfaq untuk mencari kesucian jiwa, untuk membersihkan dirinya dari segala dosa, semata karena Allah, bukan untuk riya’ dan sum’ah.
Dan sungguh besarnya pahala ibadah infaq ini akan tetapi juga sangat berat pula godaanya, hingga Allah menegaskan peringatannya pada ayat berikutnya yaitu :
19. وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَىٰ
“Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya”
20. إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ
“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi”
21. وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
“Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna)”
HIKMAH DAN KESIMPULAN
HIKMAH TERSURAT :
- Menjelaskan tentang perbedaan antara orang yang suka bersedekah dan orang yang bakhil. Keduanya jelas berbeda dan tidak mungkin Allah menyamakannya.
- Adapun orang yang berinfak di jalan Allah maka Allah akan mudahkan jalannya kepada kemudahan dan menuju surga, sedangkan orang yang bakhil akan dimudahkan jalannya menuju kesulitan.
- Berinfaq / sedekah merupakan ibadah yang nilainya sangat luarbiasa di mata Allah, akan tetapi godaannya pun juga sangat berat, baik saat mau melaksanakannya (godaan dengan pemahaman yang salah bahwa infaq akan mengurangi harta) begitu pula ketika sudah menunaikannya (godaan erasaan riya dan sum’ah).
HIKMAH TERSIRAT :
1. Cara Komunikasi Terbaik
Melalui sumpah atas nama mahluk-Nya, Allah SWT mengajarkan sebuah cara komunikasi terbaik yang bisa dicontoh oleh kita dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal berdakwah. Yaitu bersumpah atas nama mahluk-Nya (sebagian besar) yang telah dikenal/dipahami oleh manusia, dengan tujuan agar pesan yang disampaikan bisa lebih diterima/masuk dalam pemahaman yang diajak bicara.
Dalam konsep komunikasi modern saat ini atau dalam dunia pemasaran modern, kita mulai mengenal ilmu atau konsep komunikasi “all about them”. Yaitu saat seseorang ingin menyampaikan ‘pesan’ / menjual sesuatu kepada orang lain, maka yang harus dilakukan bukanlah membicarakan tentang dirinya ataupun produk yang sedang ditawarkan.
Akan tetapi mulailah pembicaraan dengan apa yang dibutuhkan oleh orang yang sedang diajak berkomunikasi tersebut. “All about them”, hal-hal yang telah diketahui oleh lawan bicara dan menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka.
Dengan demikian diharapkan ‘pesan’ yang akan disampaikan ataupun produk yang ingin ditawarkan, benefitnya bisa dirasakan oleh lawan bicara dan masuk dalam pemahaman serta kepercayaannya. Jika kondisi ini telah terpenuhi, dengan sendirinya lawan bicara akan menerima / membeli benefit yang ditawarkan.
2. The Power of Repetition/Pengulangan
Pada umumnya kita sering meremehkan atau melupakan yang namanya proses pengulangan. Allah SWT dalam Al Quran sering mengulang-ulang pesan-Nya, baik dalam surat yang sama ataupun pada surat yang berbeda. Ini sesungguhnya merupakan sebuah petunjuk dari Allah SWT tentang kekuatan ataupun pentingnya sebuah pengulangan / repetisi.
Seorang penghafal Alquran yang hafiz quran 30 juz dengan hafalan yang mutqin (hafal 30 juz dengan lancar), sudah pasti seorang yang rajin melakukan murojaah, yaitu mengulang-ulang hafalan. Berawal dari menghafal surat-surat pendek yang sering dibaca ketika shalat, yaitu surat-surat pada juz 30 yang juga bisa sahabat download murottal juz 30 di artikel kami sebelumnya.
Kemudian berlanjut ke juz-juz lain yang lebih panjang ayat-ayatnya. Murojaah hafalan, merupakan salah satu cara mudah menghafal Alquran, dan menjadi kewajiban dalam proses menghafal Alquran. Tanpa pengulangan yang kontinu dan istiqomah, hampir dipastikan secara perlahan namun pasti hafalannya akan luntur satu demi satu.
Imam Al Muzani, seorang murid dari Imam Syafi’i, pernah berkata bahwa dia membaca tidak kurang dari 500 kali kitab Ar-Risalah karangan gurunya itu. Dan setiap kali ia membacanya, pasti akan menemukan sesuatu pelajaran baru darinya.
Seorang maestro seni beladiri Wushu / Kungfu dunia asal Hongkong, Lee Jun Fan atau lebih dikenal dengan nama Bruce Lee, pernah mengatakan satu quote yang sangat terkenal yaitu, ia lebih takut kepada lawan yang menguasai 1 jurus, tapi dilatih selama 1000 kali, dibandingkan dengan lawan yang menguasai 1000 jurus, tapi hanya pernah dilatih 1 kali saja.
Inilah rahasia besar yang seringkali diremehkan dan dilupakan. Ternyata hampir semua orang-orang besar dan hebat, termasuk juga para ulama besar, terbiasa untuk membaca atau melatih suatu ilmu/kitab lebih dari 1 kali. Itulah penyebab mereka menjadi orang-orang besar.
Jangan-jangan itulah pula sebab, mengapa banyak dari kita saat ini pada umumnya, sulit untuk maju, sulit untuk berkembang, alias lebih sering berjalan ditempat. Bisa jadi karena kita belum menjadikan hal yang luarbiasa ini, sebagai sebuah kebiasaan dalam membaca ataupun mempelajari dan melatih sebuah ilmu ataupun ketrampilan.
Demikianlah sahabat pembaca Pondok Islami, catatan penulis tentang kajian Surat Al-Lail. Sekali lagi catatan sederhana ini merupakan kompilasi dari berbagai sumber yang penulis baca dan pelajari.
Pastinya tidak lepas dari kekurangan, kealpaan dan kesalahan yang disebabkan kekhilafan penulis dalam mempelajari dan menuliskan kembali hasil kompilasi atas dasar pemahaman penulis. Oleh karenanya jika ada koreksi, masukan dan perbaikan, dengan senang hati kami terima.
Akhirul kalam, semoga yang benar dari tulisan di atas datangnya dari Allah SWT semata, dan bisa bermanfaat bagi penulis pribadi, khususnya bagi pembaca semua.
Wallahu’alam bishawab.