BERBISNIS DENGAN ALLAH ALA UTSMAN BIN AFFAN. Sahabat Quran yang mencintai dan dicintai Allah, tahukah sahabat tentang perniagaan yang tidak pernah merugi atau pasti untungnya ? He he he…..seperti judul artikel ini ya, sudah jelas berbisnis dengan Allah SWT sang Maha Segalanya. Bisnis yang tidak ada ruginya, sudah pasti untungnya bahkan berlipat-lipat hasilnya bukan hanya di dunia tapi untuk akhirat kelak.
Contoh nyata yang harus kita jadikan sebagai suri tauladan adalah, kisah sekaligus sejarah perjalanan bisnis dari sahabat Rasulullah Utsman Bin Affan r.a, sang saudagar yang terkenal sangat lihai berbisnis dan berdagang sekaligus sangat dermawan.
Utsman bin Affan adalah Menantu sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW. Utsman yang merupakan Khulafaur Rasyidin yang ke-3, setelah Khalifah Umar Bin Khattab R.A. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin affan Al-Amawi Al-Quarisyi, Lahir di Thaif Pada tahun keenam tahun Gajah (±576M) Kira-kira lima tahun lebih muda dari Rasullulah SAW.
Utsman adalah putra dari Affan, bin Abu Ash bin, Umayah dan Ibunya bernama Urwah, binti Al Baidik, bin Abdul Muthalib, Utsman bin Affan berasal dari Bani Umayyah. Garis keturunan Utsman bin Affan akan bertemu dengan Rasulullah SAW pada Abdul Manaf Bin Qusyai, Jadi masih satu keturunan (Nenek moyang) dengan Rasulullah SAW. Utsman bin Affan adalah sahabat karib dari Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A.
Nama panggilan Utsman bin Affan adalah Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain (yang punya dua cahaya). Rasulullah SAW memberikan gelar Dzunnurrain kepada Utsman bin Affan karena Rasulullah SAW menikahkan dua putrinya kepada Utsman bin Affan, yaitu Siti Roqqoyah dan Ummu Kultsum.
Utsman bin Affan adalah seorang saudagar yang kaya dan sangat dermawan. Beliau adalah seorang pedagang kain yang kaya raya, kekayaannya ini beliau belanjakan guna mendapatkan keridhaan Allah SWT, yaitu untuk pembangunan umat dan ketinggian Islam. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak dari pada orang arab lainya pada saat itu.
Salah satu kisah tentang kedermawanan Utsman bin Affan terjadi pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Pada satu waktu terjadi musim paceklik yang dahsyat. Kaum muslimin Mereka mendatangi khalifah Abu Bakar dan mengeluhkan tentang kondisi tersebut dan bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.
Khalifah Abu Bakar pun menenangkan kaum muslimin yang datang pada saat itu dan mendoakan semoga Allah segera menurunkan pertolongan pada mereka sebelum malam tiba.
Menjelang sore hari datanglah rombongan kafilah dagang yang baru pulang dari berdagang. Rombongan ini ternyata adalah rombongan dari saudagar Utsman bin Affan yang baru saja berbelanja sekaligus berdagang dari negeri Syam. Mereka membawa seribu unta yang mengangkut berbagai kebutuhan penduduk seperti gandum, minyak dan kismis.
Kedatangan rombongan kafilah dagang ini segera mengundang para tengkulak (pedagang) kota untuk membeli barang-barang kebutuhan yang dibawa oleh rombongan kafilah tersebut. Mereka bermaksud membeli barang-barang dagangan dari kafilah Utsman bin Affan untuk kemudian dijual kembali kepada para penduduk dengan mengambil keuntungan.
Ketika mereka bertanya kepada Utsman bin Affan tentang harga jual dari barang-barang tersebut, Utsman pun dengan lantang berkata kepada mereka, “Dengan segala senang hati, berapa banyak keuntungan yang akan kalian berikan kepadaku..?” Dengan penuh semangat mereka menjawab, “Dua kali lipat wahai Utsman.” Utsman menjawab, “Sayang sekali..! Penawaran kalian belum dapat menyaingi penawaran yang sudah aku terima Sudah, ada penawaran yang lebih tinggi dari kalian.”
Tentu saja para pedagang lokal itu tidak mau mengalah begitu saja, karena mereka tahu bahwa penduduk kota saat itu sedang sangat membutuhkan barang-barang kebutuhan tersebut, sehingga kemungkinan besar pasti akan laku dengan harga yang tinggi. Merekapun kemudian menaikkan tawarannya sampai lima kali lipat dari penawaran pertama. Akan tetapi Utsman bin Affan tetap menolak dengan alasan yang sama yaitu bahwa sudah ada penawar lain yang menawar lebih tinggi lagi dari penawaran para pedagang tersebut.
Tentu saja reaksi Utsman bin Affan tersebut membuat para pedagang menjadi sangat penasaran, siapakah orang yang sudah berani menawar semua dagangan itu dengan harga yang lebih tinggi dari penawaran mereka, yang saat itu sudah sangat tinggi menurut mereka. Akhirnya para pedagang (tengkulak) pun mengajukan pertanyaan lagi kepada Utsman, “Hai Utsman, di kota Madinah ini sepertinya sudah tak ada lagi pedagang yang dapat membeli daganganmu selain kami.
Selain itu kami juga paling duluan menawar dagangan mu. Jadi siapakah orang yang mendahului kami dan berani menawar lebih tinggi dari kami ? ” Utsman bin Affan pun akhirnya menjawab, “Allah SWT memberikan kepadaku sepuluh kali lipat, apakah kalian mau memberi lebih dari itu..?”
Para pedagang itu pun serempak mejawab, “Tidak..!” Utsman melanjutkan perkataannya, “Allah telah menjadi saksi bahwa seluruh barang yang dibawa kafilah itu merupakan sedekah dariku untuk para fakir miskin dan kaum Muslimin, aku ikhlas karena Allah, karena aku semata mencari ridha-Nya.”
Pada sore hari itu juga Utsman bin Affan r.a. membagi-bagikan seluruh makanan yang dibawa oleh kafilah tadi kepada fakir miskin dan kaum muslimin Madinah. Semuanya mendapat bagian yang cukup untuk kebutuhan keluarganya masing-masing dalam jangka waktu yang lama.
KISAH SUMUR UTSMAN BIN AFFAN
Kisah lain tentang kedermawanan Utsman bin Affan serta prinsip utamanya yang semata-mata mengejar keridhaan Allah SWT dengan hartanya, dapat kita saksikan hingga saat ini. Harta warisan peninggalan Utsman bin Affan sebagai hasil dari berbisnis dengan Allah pada masa beliau masih hidup, masih bertahan hingga 1400 tahun kemudian.
Ya, baru-baru ini diketahui bahwa Utsman Bin Affan r.a. masih memiliki rekening bank di salah satu bank di Saudi atas nama beliau. Rekening tersebut merupakan rekening yang digunakan untuk menampung harta Utsman bin Affan dari wakaf usahanya yang masih berjalan hingga saat ini dan dikelola oleh pemerintah Arab Saudi.
Bagaimana kisahnya hingga Utsman bin Affan memiliki rekening atas namanya hingga kini ?
Diriwayatkan pada masa Nabi Muhammad SAW, kota Madinah suatu saat mengalami kesulitan air bersih. Mereka sebagai kaum muhajirin di kota Madinah sebelumnya sudah terbiasa meminum air zamzam yang ada di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah dan memiliki rasa yang mirip dengan air zam-zam adalah sebuah sumur yang bernama Sumur RAUMAH.
Akan tetapi sayang sekali bahwa sumur RAUMAH dimiliki oleh seorang Yahudi yang mensyaratkan siapapun harus membayar untuk mendapatkan air dari sumur RAUMAH tersebut. Maka dengan terpaksa kaum muslimin serta penduduk kota Madinah pun harus rela antri dan membeli air bersih dari yahudi pemilik sumur RAUMAH tersebut.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut maka Rasulullah SAW pun meminta bantuan dari para sahabatnya untuk dapat membebaskan sumur RAUMAH dari tangan si Yahudi. Beliupun bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).
Utsman bin Affan r.a. setelah mendengar sabda Rasulullah SAW tersebut mendatangi Yahudi pemilik sumur RAUMAH, dan menawar untuk membeli sumur tersebut dengan harga yang tinggi. Akan tetapi Yahudi pemilik sumur itu menolak untuk menjualnya, dengan alasan “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki pendapatan dari sumur itu yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut memberikan alasan penolakannya.
Utsman bin Affan r.a. yang sudah sangat ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga-Nya Allah Ta’ala, tidak mau kehilangan cara mengatasi menghadapi penolakan Yahudi ini. Selain sebagai pebisnis sukses beliaupun adalah seorang negosiator yang ulung. Kemudian setelah berpikir sejenak Utsman bin Affan pun melancarkan strategi negosiasinya kepada si Yahudi, “Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu”.
“Maksudmu bagaimana wahai Utsman?” tanya Yahudi tersebut keheranan.
“Begini, jika engkau setuju menjual setengahnya kepadaku maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini menjadi milikku, esoknya kembali menjadi milikmu, kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya bergantian satu hari – satu hari. Bagaimana?” tanya Utsman lagi.
Yahudi itupun berfikir cepat,”Saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur RAUMAH adalah milik Utsman bin Affan R.a.
Utsman bin Affan pun segera mengumumkan kepada seluruh penduduk Madinah bahwa sejak saat ini selang satu hari maka penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, boleh mengambil dengan gratis. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinyalah seharga saat membeli setengah sumur awal, maka sumur Raumah pun menjadi milik Utsman bin Affan secara penuh.
Kemudian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah untuk kepentingan penduduk Madinah dan kaum muslimin muhajirin. Sejak saat itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.
Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin, beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, disusul kemudian dipelihara oleh Pemerintah Arab Saudi, hingga kini berjumlah 1550 pohon.
Simak juga artikel tentang buku “Jackpot Rezeki” yang membeberkan
rahasia rezeki berkah dan berlimpah.
Selanjutnya pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik Utsman bin Affan di salah satu bank Saudi atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.
Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi. Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar 50 juta Riyal per tahun (setara dengan 200 Milyar rupiah per tahun).
Setengah dari keuntungan diwakafkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.
Begitulah kisah sekaligus sejarah tentang keberadaan rekening bank atas nama Utsman Bin Affan dan bisnis yang diwakafkan oleh Utsman bin Affan 1400 tahun yang lalu dan masih bertahan hingga kini. Bukti tentang bagaimana berbisnis dengan Allah itu adalah suatu perniagaan yang tidak pernah merugi, bahkan menguntungkan berlipat-lipat dan pahala yang senantiasa berkelanjutan tanpa henti, bahkan saat manusia sudah meninggal.
Baca juga artikel tentang Belajar Bisnis Untuk Pemula
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah [9]: 111)
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (QS Faathir [35]: 29)
Masya Allah…..semoga kita dapat mencontoh perilaku dan ahklak sayidina Utsman bin Affan R.A.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.