KISAH INSPIRATIF MOTIVASI DIRI SENDIRI. Sahabat Pondok Islami, kali ini penulis ingin berbagi 3 kisah yang penulis baru saja baca dari sebuah buku tentang Gubernur Jawa Barat dua periode (2008 – 2013 dan 2013 – 2018) yaitu Bapak Dr. (H.C.) H. Ahmad Heryawan, Lc., M.Si. Beliau merupakan seorang gubernur dengan torehan prestasi yang sangat membanggakan. Tidak kurang dari 150 penghargaan dari pemerintah pusat yang telah diperoleh Provinsi Jawa Barat selama periode kepemimpinan beliau (sumber id.wikipedia.org).
Tiga kisah inspiratif yang akan penulis ceritakan ulang di bawah ini diambil dari buku yang berjudul “Aher Undercover”, Menyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan, terbitan Khazanah Intelektual Bandung. Buku tipis yang berisikan kisah-kisah testimoni dari orang-orang yang pernah bekerjasama ataupun berhubungan langsung dengan Bapak Ahmad Heryawan dan memiliki kesan mendalam, akhirnya mereka ceritakan dalam buku ini.
Banyak sekali ternyata kisah-kisah inspiratif dan pelajaran kehidupan sekaligus hubungan antar manusia dan dengan pencipta-Nya yang dapat diambil dari sosok gubernur asli urang Sunda ini. Tak heran dengan kepribadian dan kualitas diri seperti beliau, maka hadirlah berbagai prestasi yang sangat layak untuk dibanggakan dan dijadikan sebagai inspirasi bagi setiap orang, terutama untuk dapat memotivasi diri sendiri agar dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi kedepannya.
Yuk kita simak kisah-kisah beliau yang dituturkan langsung oleh para pelaku yang memang berhubungan langsung dengan Bapak Ahmad Heryawan atau Kang Aher ini.
Kisah Inspiratif Yang Pertama – “HARAP YANG MENJADI NYATA”
Jika ingin bertanya tentang kekuatan kata-kata, tanyalah Pak Hamid. Lelaki yang telah sepuh ini menjadi saksi hidup, bagaimana perkataan seorang ayah menjadi kenyataan tehadap anaknya.
Seorang bocah lelaki berusia tiga tahunan, menangis sejadi-jadinya. Tidak bisa dibujuk dengan apapun. Entah menginginkan apa. Sehingga, apa yang dialkukan bocah tersebut mengundang kemarahan dari sang ayah.
“Siah kunaon sih bedegong-bedegong teuing. Ceurik jiga kitu teu beunang diupahan. Rek jadi gubernur kitu ?” (Kenapa sih kamu ini susah amat! Nangis seperti itu tidak bisa didiamkan ? Emangnya kamu mau jadi gubernur?”
Waktu itu hujan rintik-rintik. Bocah lelaki yang tidak mempan dibujuk itu rupanya ingin turut serta ke sawah. Padahal, hari tengah hujan. Pak Pepen Effendi yang tidak ingin anaknya sakit tentu saja melarang. Namun, sang anak berkeras ingin ikut.
Pak Hamid, seorang penyawah di keluarga Pak Pepen, akhirnya tidak tega membiarkan bocah itu menangis terus. Ia pun membujuk Pak Pepen agar bocah itu dibawa saja. Tidak apa-apa, kalau Pak Pepen enggan membawanya, Pak Hamid siap menggendong.
Hujan belum reda, Pak Hamid menggendong bocah tiga tahunan yang mulai reda tangisnya itu menyusuri pematang sawah. Karena khawatir si bocah kehujanan, Pak Hamid berjalan agak cepat. Sambil menggendong, ia juga memanggul cangkul.
“Eta budak kabawa ajrut-ajrutan. Nepi ka ingus-na teh nempel di tonggong (Anak itu terbawa tergoncang-goncang sampai ingusnya nempel di punggung).” kenang Pak Hamid.
Sampai saat ini, Pak Hamid masih setengah tidak percaya atas skenario hidup yang dimainkan-Nya. Bocah tiga tahun yang keras kepala itu, yang disumpahi ayahnya, “rek jadi gubernur, lain?” akhirnya benar-benar menjadi seorang gubernur. Bocah kecil itu adalah Ahmad Heryawan.
Kisah Inspiratif Yang Kedua – “PANGGILAN MENGGODA”
Sekarang orang mengetahui bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) beralamat di Jl. Buncit Raya No. 5A Ragunan, Jakarta Selatan. Padahal, dulu kampus yang sejatinya merupakan Universitas Muhammad Ibnu Sa’ud, Saudi Arabia cabang Asia Tenggara ini berdekatan dengan Salemba UI, tepatnya di dekat perempatan Matraman, tidak banyak dikenal orang.
Ada beberapa mahasiswa yang kuliah di LIPIA mengontrak indekos di salah satu rumah di Jalan Paseban Gang Murtadho. Hampir setiap hari mereka pulang pergi ke kampus yang dekat Salemba itu dengan berjalan kaki. Pada saat itu, di tempat tersebut ada beberapa pemuda pengangguran. Karena tidak bekerja, maka keseharian mereka adalah nongkrong. Entah disengaja atau tidak para pemuda itu nongkrong persis di depan rumah yang disewa oleh para mahasiswa LIPIA tersebut.
Entah kenapa pula, selain nongkrong, mereka bernyanyi bersama dan membuat kegaduhan dengan volume yang semakin keras, justru di saat para mahasiswa itu pulang ke indekos. Mereka seolah sengaja memanas-manasi dan memancing keributan. Mungkin mereka tahu bahwa ada anak-anak baru dari daerah yang ngekos di sana dan sedang kuliah.
Sehari dua hari, para mahasiswa itu mulai terusik dengan kegaduhan yang terjadi di depan indekosnya. Tapi, mereka juga bingung bagaimana cara mengusirnya. Apalagi, mereka para pemuda asli di daerah tersebut. Ada seorang mahasiswa yang kemudian mengambil tindakan inisiatif. Sebelum pulang ke tempat indekos, ia menyiapkan sesuatu. Setelah sampai, ia keluar rumah dan memanggil para pemuda tersebut.
“Mas, sini Mas!”
Para pemuda itu menoleh dengan wajah menantang dan suara keras, “Apaan lu, manggil-manggil?”
Para pemuda tersebut merespon dengan kasar. Mungkin menyangka mahasiswa tersebut akan menegur atau memarahi mereka.
“Ada makanan, nih, di dalam. Mau ikut makan, nggak ?” Jawab mahasiswa tersebut dengan tenang sambil tersenyum.
Situasi langsung berubah 180 derajat. Para pemuda tersebut tidak jadi marah. Mereka pun masuk ke dalam indekos dan makan-makan sambil mengobrol tentang berbagai hal. Dalam obrolan itulah, para pemuda itu tahu bahwa para mahasiswa tersebut sedang kuliah di LIPIA belajar ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu keagamaan.
Hari berikutnya, para pemuda ini tetap nongkrong di depan indekos tersebut. Tapi, yang ditunggu adalah mahasiswa yang kemarin memanggil mereka dan menjamu makan. Mereka berharap hari ini mahasiswa tersebut membawa makanan lagi.
Seiring berjalannya waktu, beberapa kali para pemuda itu tetap disuguhi makanan. Komunikasi antara mahasiswa dan para pemuda tersebut pun semakin akrab. Bahkan, di kemudian hari, para pemuda tersebut menjadi binaan pengajian sang mahasiswa.
Mahasiswa yang menyampaikan panggilan menggoda berupa ajakan makan itu bernama Ahmad Heryawan. Di kemudian hari, ia menjadi seorang Gubernur Jawa Barat.
Kisah Inspiratif Yang Ketiga – “SANG PEMIMPIN BELANJA SAYUR”
Pagi-pagi ba’da subuh dan berbenah, seperti biasa acara rutin sebagian ibu-ibu adalah belanja. Demikian pula aku. Udara masih dingin kala itu. Kuturuni tangga kontrakanku. Kujumpai sebagian ibu-ibu berjalan menuju titik yang sama, tempat belanja! Tanah kavling di bawah kontrakanku masih banyak yang belum dibangun.
Aku berjalan tepat di samping rumah Ustadz Hidayat Nurwahid, Presiden Partai Keadilan. Dibelakang rumah beliau, rumput masih banyak tumbuh dan tanah sedikit berair menyisakan tanda-tanda rawa yang masih belum sepenuhnya teruruk.
Aku terus berjalan, naik beberapa tangga, melalui pintu gerbang SDIT Iqro’ Pondok Gede yang sudah terkuak. Rumah Ustadz Rahmad Abdullah yang asri dan sederhana kulewati. Rumah yang tiap dua hari sepekan kusambangi sebab di situlah aku belajar tahsin kepada istri beliau. Aku terus berjalan melalui beberapa rumah para aktivis dakwah hingga akhirnya sampailah ke tempat belanja.
Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tiba muncul laki-laki yang di lingkungan kami sangat dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya. Kemunculannya tentu sangat tidak diduga. Kami para ibupun mempersilahkan beliau untuk mendapat pelayanan terlebih dahulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah, tak ada kecanggungan sama sekali.
Sesampainya di rumah kuceritakan apa yang kulihat kepada suamiku, dengan penuh kekaguman. “Ya, begitulah yang terjadi dalam keluarga beliau. Saling ta’awun antara suami-istri tanpa harus dibatasi oleh pemisahan pekerjaan yang kaku,” komentar suamiku yang berinteraksi cukup intensif.
Esoknya aku menjalani rutinitas yang sama, belanja. Di jalan, aku berpapasan dengan laki-laki itu kembali, bersama putranya.
“Belanja Ustadz?” aku sengaja menyapa.
“Iya, istri lagi sakit perut dan khadimah (pembantu) pulang,” jawab beliau sambil tersenyum.
Aku mengangguk-angguk. Subhanallah, aku jadi teringat Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai gubernur. Beliau kadang belanja di pasar dan mengikat serta memanggul sayuran sendirian. Inilah profil yang perlu dijadikan teladan.
Laki-laki yang saya jumpai itu, yang belanja di tukang sayur itu, adalah Ustadz Ahmad Heryawan, Lc. Beliau adalah ketua Partai Keadilan DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI Jakarta. Saya tidak akan terheran-heran jika beliau belanja bersama istri dan anak-anaknya di supermarket yang bagi keluarga muda atau keluarga zaman sekarang adalah hal yang biasa dan sangat tidak tabu. Tetapi ini, harus berbelanja dan ikut antre dengan para ibu rumah tangga, walau pada akhirnya beliau dipersilahkan untuk dilayani lebih dulu.
Lagi-lagi dengan takjub saya menceritakan apa yang saya lihat kepada suami saya. Sebagai orang yang intensif bertemu dengan beliau bahkan banyak menimba ilmu kepada beliau, suami saya berkata, ” Ustadz Heryawan memang subhanallah, Dik. Sebagai muridnya, saya merasakan kedekatan. Ketika shalat jamaah di masjid misalnya, beliau kadang-kadang secara tiba-tiba merangkul saya dari belakang. Saya juga beruntung mempunyai jadwal ronda dengan beliau.”
Ya, suami saya memang beruntung mendapat jadwal ronda bersama Ustadz Ahmad Heryawan dan Ustadz Satori Ismail sehingga pembicaraan kala ronda adalah pembicaraan-pembicaraan yang bermutu.
Saya jadi teringat cerita sederhana dari istri beliau. “Ayahnya Khobab (Ustadz Ahmad Heryawan) sangat suka sayur lodeh nangka. Suatu saat, beliau meminta saya untuk memasaknya. Begitu tahu bahwa ternyata membuat sayur lodeh nangka itu membutuhkan proses yang begitu lama. Beliaupun berkata, “Sudah Bu, sekali ini saja. Kalau tahu bahwa prosesnya begini lama, ayah tak akan meminta dibikinkan. Dari pada waktu demikian panjang hanya habis untuk bikin sayur, mending buat baca atau untuk mengerjakan yang lain.”
Nampaknya sangat sederhana, namun saya melihat ada satu hal yang luar biasa tersirat dalam ungkapan itu, pemberian peluang yang luas bagi berkembangnya istri.
Saya memang harus belajar banyak dari keluarga pemimpin saya yang sempat menjadi tetangga itu. Jika orang-orang terkenal memberikan tarif dalam ceramah-ceramahnya, beliau malah pernah menolak ceramah dengan bayaran cukup lumayan karena harus terikat dengan pola yang diterapkan penyelenggara.
Maka, jangan heran, jika kita mengundang beliau dan memberikan “amplop” dengan mengatakan uang transport, maka seluruh uang yang ada di dalam amplop itu akan beliau gunakan untuk membayar jasa transportasi, dan tak menyisakan untuk kantong beliau sendiri.
Ah, itukah sibghah Allah ? Sebuah generasi yang dijanjikan oleh Allah dalam surat Al-Maidah ayat ke-54 itu, semoga kian dekat di sekitar kita dan semoga memang sudah ada di sekitar kita. (M. Muttaqwiati dari buku “Bukan Di Negeri Dongeng”, Helvy Tiana Rosa)
Subhanallah…demikianlah sahabat pondok islami, tiga kisah inspiratif untuk memotivasi diri sendiri, yang diambil dari buku “AHERUNDERCOVER”, Menyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan. Ternyata, masih ada pemimpin yang merupakan orang-orang hebat dan sholeh yang senantiasa istiqamah mengikuti ajaran Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sebagai umat akhir zaman ini.
Semoga kisah-kisah di atas dapat memotivasi diri kita untuk terus berjuang tanpa kenal lelah, menjadi manusia yang lebih baik lagi, sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya. Karena sahabat, ternyata harapan itu masih ada, dan nyata dalam kehidupan keseharian kita. Bukan semata kisah inspiratif yang sering kita baca dari umat-umat terdahulu, generasi terbaik islam. Akan tetapi hingga saat ini pun, teladan itu masih tetap terjaga, dan terpelihara pada diri sebagian pribadi-pribadi pemimpin kita, seperti kisah di atas.
اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا
“Allahumma laa tusallith ‘alainaa bidzunubinaa man laa yakhafuka fiinaa wa laa yarhamunaa”
Artinya :
“Yaa Allah -dikarenakan dosa-dosa kami- janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami.”
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin