KEUTAMAAN UMROH : SEBUAH PERJALANAN SUCI PENUH BERKAH. Bagi kita, umat Muslim, selalu merindukan keberkahan dalam kehidupannya di dunia, sebagai bekal untuk menuju kehidupan yang abadi kelak. Salah satu kesempatan untuk mendekati keberkahan itu adalah melalui ibadah umroh.
Keutamaan ibadah umroh akan membuka pintu luas bagi umat Islam untuk memperdalam hubungan spiritualnya dan mendekatkan diri kepada Allah. Umroh adalah momen suci yang akan membawa kita menjadi lebih dekat kepada Allah SWT.
Dalam bahasan kali ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek keutamaan umroh, yang tak hanya dapat memperbarui hati, tetapi juga memberikan pelajaran berharga dalam hidup. Dengan keutamaan umroh dan pahala yang dijanjikan, umroh menjadi bentuk ibadah yang sangat dihargai dan dinanti oleh banyak umat Islam di seluruh dunia.
Pengertian Umroh
Ibadah umroh adalah suatu bentuk ibadah dengan melakukan perjalanan ke Tanah Suci, khususnya ke kota suci Mekah, yang dilakukan oleh umat Islam. Umroh termasuk salah satu ibadah yang sangat dihormati dalam agama Islam dan dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun, tidak terbatas pada bulan-bulan tertentu seperti ibadah haji.
Meskipun bukan ibadah yang bersifat wajib seperti ibadah haji, umroh memiliki keutamaan yang luar biasa bagi mereka yang melakukannya dengan niat tulus dan ikhlas.
Keutamaan Umroh dalam Al-Qur’an & Hadits
Sebagaimana dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 6 : Haji dan Umroh, karangan Ahmad Sarwat, Lc. M.A. ada begitu banyak keutamaan ibadah umroh yang disebutkan dalam nash-nash Al Quran dan hadits keutamaan umroh. Diantara keutamaan umroh adalah :
1. MENGHAPUS DOSA
Di antara keutamaan ibadah umroh adalah diampuninya dosa-dosa yang pernah dikerjakan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam, dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anh berkata,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ
Artinya : “Sesungguhnya Rasûlullâh shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.”(HR. Bukhari & Muslim)
Tentu pengertian dosa-dosa yang diampuni di sini adalah bila semua syarat dan ketentuan minta ampun dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tentu tidak akan diampuni meskipun umrohnya dilakukan berkali-kalli.
Sebagai syarat agar dosa-dosa diampuni saat menjalankan ibadah umroh adalah sebagai berikut :
1.1. Tahu dan Mengerti Dosa-dosa yang Dilakukan
Untuk bisa meminta ampun kepada Allah, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu dosa apa saja yang pernah dikerjakan. Begitu pula harus memahami bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah perbuatan yang Allah larang dan bisa mendatangkan murka-Nya.
Tidak menutup kemungkinan ada orang tidak sadar atau mungkin tidak mengetahui bahwa apa yang telah dikerjakan adalah sebuah perbuatan maksiat. Hal ini disisi Allah pastinya tetap tercatat sebagai sebuah dosa. Setelah ia belajar tentang hukum-hukum agama, dan memahami bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah perbuatan dosa, maka dengan memohon ampun kepada Allah, adalah jalan untuk mendapatkan pengampunan-Nya.
Begitu pula sebaliknya, jika ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya adalah perbuatan yang dilarang dan akan menimbulkan dosa, maka bagaimana mungkin ia akan memintakan ampunan ?
Seseorang yang melakukan korupsi dengan memanfaatkan jabatannya dan menganggap bahwa perbuatan itu halal, bagaimana mungkin ia akan meminta ampun pada Allah atas perbuatan maksiatnya itu. Begitu pula orang yang terlibat dengan urusan hutang piutang dengan riba di dalamnya, tanpa ia memahami bahwa riba itu adalah dosa yang sangat mengerikan ganjaran hukumannya, tentu ia akan mengabaikannya dan tidak ada alasan baginya untuk memohon ampun kepada Allah.
Padahal jika mengetahui dan memahami betapa besar dosa riba itu, sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam bersabda:
الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ
“Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274)
Bayangkan sahabat pembaca semua, jika telah mengetahui dan memahami hadits Rasulullah di atas, apakah kita masih akan mau melakukan transaksi ribawi ? Begitu pula apabila sudah terlanjur melakukannya, akankah kita tenang-tenang saja ?
Pastinya jika masih ada iman di dalam diri kita, sudah barang tentu hati kita akan bergetar membaca hadits tersebut. Kita akan menjauh dari semua transaksi muamalah yang melibatkan riba di dalamnya.
Dan bila sudah terlanjur menjadi pelaku ribawi, pasti kita akan segera memohon ampunan kepada Allah dan segera mungkin mencari segala cara (yang halal tentunya), untuk meninggalkannya, apapun resiko yang akan kita terima.
Setan selalu berusaha untuk menghias pandangan manusia dengan menjadikan keburukan itu sebagai sesuatu yang indah, sebagaimana Allah sudah peringatkan dalam Al Quran,
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
Artinya: “dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An Nisa : 119)
1.2. Berhenti Dari Maksiat
Tanpa berhenti dari maksiat, permohonan ampun yang dipanjatkan akan sia-sia belaka, tidak ada gunanya, dan sama sekali tidak akan berbekas. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam sudah menegaskan dalam haditsnya, bahwa permohonan ampun orang yang masih makan dari sesuatu yang haram akan percuma,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
Artinya : “Kemudian Nabi SAW menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku. Padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?” (HR. Bukhari)
Hadits ini menceritakan tipologi orang yang suka beribadah tapi karena kebodohannya, ternyata di sisi lain justru maksiatnya jalan terus. Tiap hari memohon ampun sementara tiap hari rajin durhaka kepada Allah, semata-mata karena dia orang bodoh yang tidak tahu halal dan haram.
1.3. Ada Rasa Penyesalan Yang Sangat Besar
Orang yang meminta ampun itu adalah orang yang merasakan rasa penyesalan yang sangat besar atas perilakunya di masa lalu. Maka rasa penyesalan itu akan menjadi bukti bahwa dirinya telah berhenti untuk selamanya dari perbuatan maksiat.
Sedangkan orang yang minta ampun tetapi tetap masih saja menikmati segala kenangan atas kemaksiatan adalah orang yang belum sempurna keinginan bertobatnya. Rasa penyesalannya belum terlalu besar, sehingga masih tergoda untuk mengulang kemaksiatan yang sama. Akibatnya, boleh jadi Allah subhanahu wata’ala pun tidak atau belum menerima permohonan ampunannya.
1.4. Membentengi Diri
Agar dosa diampuni Allah, maka seseorang wajib membangun benteng yang sangat kukuh, untuk melindungi dirinya dari ajakan dan pengaruh setan yang menarik-narik dirinya agar kembali melakukan maksiat berulang-ulang.
Boleh jadi seseorang pada dasarnya orang baik, namun dia hidup di tengah lingkungan yang buruk. Maka jatuhnya dia ke lubang maksiat hanya masalah waktu saja, cepat atau lambat, dirinya pasti akan masuk lubang itu.
Karena memang begitulah sifat manusia, sangat mudah untuk terpengaruh oleh lingkungannya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan dalam salah satu haditsnya, tentang peran dan dampak seorang teman atau lingkungan dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
Artinya : “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Oleh karenanya, salah satu cara membangun benteng yang kokoh adalah dengan mencari lingkungan atau pertemanan yang baik, yang jauh dari ajakan untuk berbuat kemaksiatan.
1.5. Meminta Keridhoan Orang Lain
Kesalahan yang menyebabkan kerugian pada pihak lain, tentu wajib dihapus dengan cara meminta keridhoan dari pihak yang dirugikan tersebut. Kalau kesalahan itu terkait dengan nilai harta, seperti hutang-piutang atau ganti rugi, maka wajib dipenuhi bila memang hanya itu satu-satunya cara.
Lain halnya jika pihak lain tersebut telah membebaskan tanpa syarat dengan ikhlas. Apabila kesalahan tersebut bersifat luka atau sakit secara fisik, maka jika keridhoannya harus dengan cara balasan (qishash), maka tidak ada cara lain selain harus dilakukan balasannya.
1.6. Memperbaiki Kesalahan
Dan bila kesalahan itu terkait dengan membuat orang lain tersesat jatuh ke jurang dosa, maka pertanggungjawaban yang harus dilakukan adalah bagaimana mengembalikan orang lain itu ke jalan yang benar.
Jika kesalahan semacam itu dilakukan terhadap banyak orang, maka kewajibannyalah untuk mengembalikan semua orang yang disesatkannya itu untuk kembali ke jalan yang benar.
2. DIKABULKANNYA DOA DAN DIAMPUNI
Diantara kebaikan yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam janjikan buat mereka yang mengerjakan ibadah umroh, termasuk haji adalah bila berdoa akan dikabulkan, dan bila meminta ampunan akan diberikan.
Dasarnya adalah karena orang yang mengerjakan ibadah umroh adalah tamu Allah subhanahu wata’ala. Maka sebagai “tuan rumah”, Allah subhanahu wata’ala akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk sang tamu. Pemberian yang terbaik berupa dikabulkannya doa serta diterimanya ampunan.
Demikian janji itu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam,
الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ
Artinya : “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji, dan orang yang berumrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhinya. Dan mereka meminta kepada-Nya, maka Ia berikan kepada mereka (Ia kabulkan).” (HR. Ibnu Majah)
3. kEUTAMAAN UMROH BULAN RAMADHAN BERPAHALA SEPERTI HAJI
Keutamaan umroh Bulan Ramadhan adalah nilai pahala ibadahnya menyamai orang yang menjalankan ibadah haji. Hal ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam sampaikan,
فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ
Artinya : “Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan berbagai keutamaan umroh ini, maka ibadah Umroh bukan hanya sekadar perjalanan fisik ke Makkah, tetapi juga perjalanan rohani yang mendalam. Umroh memberikan peluang luar biasa untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan hati, dan memperbarui niat dalam hidup seorang muslim.
Semoga artikel ini menjadi panduan singkat yang bermanfaat bagi sahabat pembaca yang ingin mengeksplorasi lebih jauh keutamaan dari perjalanan suci ini.
Barakallahu fiikum.