PERBEDAAN HUTANG PIUTANG DENGAN KERJASAMA DALAM ISLAM. Dalam transaksi muamalat ada yang kita kenal dengan transaksi hutang piutang, ada pula yang disebut dengan kerjasama dalam usaha atau perdagangan. Menurut ilmu muamalat sesuai dengan Alquran dan Sunnah, terdapat perbedaan yang sangat besar antara hutang piutang dan kerjasama. Hutang piutang atau qardh, saat ini seringkali disalahartikan dengan transaksi kerjasama (mudharabah ataupun musyarakah), padahal diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat mendasar.
Berikut sedikit ilustrasi dan pembahasan sederhana, mengenai kedua transaksi muamalat itu yang penulis dapatkan dari seorang sahabat yang juga aktif dalam dakwah tentang transaksi muamalat sesuai Alquran dan sunnah. Contoh dalam artikel ini cukup sederhana dan mudah untuk dipahami menurut penulis, sehingga dapat memperjelas kebingungan bagi sahabat-sahabat Quran yang ingin mengetahui lebih jelas tentang hutang piutang dan kerjasama dalam Islam.
Berikut ilustrasi dan pembahasannya :
Adik : Gimana kabarnya mbak?
Kakak : Sehat dek, alhamdulillah.
Adik : Ini saya selain silaturahmi juga ada perlu mbak.
Kakak : Apa apa dek…apa yang bisa tak bantu.
Adik : Anu..kalau ada uang 20 juta saya mau pinjam.
Kakak : Dua puluh juta? Banyak sekali. Untuk apa dek?
Adik : Tambahan modal mbak. Dapat order agak besar, modal saya masih kurang. Bisa bantu mbak?
Kakak : Mmm..mau dikembalikan kapan ya?
Adik : InsyaAllah dua bulan lagi saya kembalikan.
Kakak : Gitu ya. Ini mbak ada sih 20 juta. Rencana untuk beli sesuatu. Tapi kalau dua bulan sudah kembali ya gak apa-apa, pakai dulu aja.
Adik : Wah, terimakasih mbak.
Kakak : Ini nanti mbak dapat bagian dek?
Adik : Bagian apa ya mbak?
Kakak : Ya kan uangnya untuk usaha, jadi kan ada untungnya tuh. Naa..kalau mbak enggak kasih pinjem kan ya gak bisa jalan usahamu itu, iya kan ? tersenyum penuh arti
Adik : Oh, bisa-bisa. Boleh saja kalau mbak pengennya begitu. Nanti saya kasih bagi hasil mbak.
Kakak : Besarannya bisa kita bicarakan. Lha, gitu kan enak. Kamu terbantu, mbak juga dapat manfaat.
Adik : Tapi akadnya ganti ya mbak. Bukan hutang piutang melainkan kerjasama.
Kakak : Iyaa..gak masalah. Sama aja lah itu. Cuman beda istilah doang.
Adik : Bukan cuma istilah mbak, tapi pelaksanaannya juga beda.
Kakak : Maksudnya??
Adik : Jadi gini mbak, kalau akadnya hutang piutang dalam islam, maka jika usaha saya lancar atau tidak lancar ya saya tetap wajib mengembalikan uang 20 juta itu. Tapi jika akadnya kerjasama, maka kalau usaha saya lancar, mbak akan dapat bagian laba. Namun sebaliknya, jika usaha tidak lancar atau merugi maka mbak juga turut menanggung resiko. Bisa berupa kerugian materi, uangnya tidak bisa saya kembalikan, atau rugi waktu. Kembali tapi lama.
Kakak : Waduh, kalau gitu ya mending uangnya saya deposito kan tho dek: gak ada resiko apa-apa, uang utuh, dapat bunga pula.
Adik : Itulah riba mbak. Salah satu ciri-cirinya tidak ada resiko dan PASTI untung.
Kakak : Tapi kalau uangku dipinjam si A untuk usaha ya biasanya aku dapet bagi hasil kok Dek, 2% tiap bulan. Jadi kalau dia pinjam 10 juta selama dua bulan, maka dua bulan kemudian uangku kembali 10 juta + 400 ribu.
Adik : Itu juga riba mbak. Persentase bagi hasil ngitungnya dari laba, bukan berdasar modal yang disertakan.Kalau berdasar modal kan mbak gak tau apakah dia beneran untung atau tidak. Dan disini selaku investor berarti mbak tidak menanggung resiko apapun donk. Mau dia untung atau rugi mbak tetep dapet 2%. Lalu apa bedanya sama deposito?
Kakak : Dia ikhlas lho dek, mbak gak matok harus sekian persen gitu kok.
Adik : Meski ikhlas atau saling ridho kalau tidak sesuai syariat ya dosa mbak.
Kakak : Waduh…syariat kok ribet bener ya.
Adik : Ya karena kita sudah terlanjur terbiasa dengan yang keliru mbak. Memang butuh perjuangan untuk mengikuti aturan yang benar. Banyak kalau tidak berkah bikin penyakit lho mbak.he he he….
Kakak : Hmmm…ya sudah, ini 20 juta nya hutang aja. Mbak gak siap dengan resiko kerjasama. Nanti dikembalikan dalam dua bulan yaa.
Adik : Iya mbak. Terimakasih banyak mbak. Meski tidak mendapat hasil berupa materi tapi Insya Allah mbak tetap ada hasil berupa pahala. Aamiiin..
Kakak : Aamiin…
Transaksi Hutang Piutang Ataupun Kerjasama Dalam Islam Adalah Investasi Dunia Akhirat
Perhatikan pada saat anda berbisnis akad apa yang anda gunakan ? kerjasama kah? Atau akad peminjaman uang (hutang piutang). Ini adalah 2 hukum islam yang berbeda dan efeknya pun di dunia dan akhirat juga berbeda. Simak firman Allah SWT berikut ini :
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS.Al-baqarah:275)
Hukum riba dalam islam adalah haram, jelas sekali Allah melarangnya dalam surat di atas. Mengapa ? Sebenarnya apa sih tujuan islam melarang riba? Seharusnya kan asal saling sepakat, saling rela, tidak kena dosa ?
Hukum islam itu dibuat untuk mengatur agar manusia mendapatkan kemaslahatan sebesar-besarnya tanpa merugikan siapapun sekecil-kecilnya.
Mari kita bahas contoh LABA dan RIBA agar anda mudah untuk memahami dengan bahasa yang umum:
- Saya membeli sebuah sepeda motor Rp. 10 Juta dan saya hendak menjual dengan mengambil untung dengan bunga 1% perbulan untuk jangka waktu pembayaran 1 tahun.
Transaksi seperti ini tergolong transaksi RIBAWI. - Saya membeli sepeda motor Rp. 10 juta, dan saya hendak menjual secara kredit (pembayaran secara tidak tunai) selama setahun dengan harga Rp. 11.200.000,-. Transaksi ini termasuk transaksi SYARIAH.
Apa bedanya? Kan kalau dihitung-hitung ketemunya sama saja, untungnya Rp. 1.200.000 ???
Mari kita bahas kenapa transaksi pertama riba dan transaksi kedua syar’i.
TRANSAKSI PERTAMA RIBA, karena:
- Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas, bunga 1% perbulan. Jadi ketika dicicilnya disiplin memang ketemunya untungnya adalah Rp. 1.200.000,. Tapi coba kalau ternyata terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi setelah 15 bulan, maka anda terkena bunganya menjadi 15% alias labanya bertambah menjadi Rp. 1.500.000, Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang, semakin besar yang harus kita bayarkan. Bahkan tidak jarang ada yang menambahi biaya-biaya lain yang disebut dengan DENDA, maka semakin banyak riba yang kita bayarkan. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga yang tidak terbayar terakumulasi menjadi hutang dan dikenakan bunga lagi yang disebut dengan bunga berbunga.
- Sistem riba seperti diatas jelas-jelas sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan hak dari si pembeli. Padahal yang namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.
Baca juga artikel : Ada Apa Dengan Riba Dalam Islam
TRANSAKSI KEDUA SYAR’I, karena:
- Sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti. Misal pada contoh sudah disepakati harga Rp. 11.200.000,- untuk diangsur selama 12 bulan.
- Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih tetap Rp. 11.200.000,- tidak boleh ditambah. Apalagi diistilahkan munculnya biaya denda, ini menjadi tidak diperbolehkan.
Kalau begitu, si penjual jadi rugi waktu dong? Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi. Tidak boleh kita pasti untung dan orang lain yang merasakan kerugian.
Nah, ternyata sistem islam itu untuk melindungi semuanya, harus sama hak dan kewajiban antara si pembeli dan si penjual. Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka setara. Sangat berbeda dengan sistem ribawi, dimana kita sebagai pembeli ada pada posisi yang sangat lemah. Khususnya untuk transaksi hutang piutang dan kerjasama yang saat ini sudah sangat memasyarakat dan menjadi bagian dari gaya hidup.
Dengan pemahaman yang salah menurut syariah diantara kedua akad tersebut, pada akhirnya tidak sedikit yang malah mengakibatkan terjerumus dalam hutang piutang yang tidak ada ujungnya. Gali lubang tutup lubang untuk menutupi hutang yang digunakan sebagai modal usaha. Hutang sudah jelas harus dibayar dengan bunganya pula, sementara usaha belum jelas apakah bakal terus untung atau rugi ditengah jalan.
Belum lagi gaya hidup modern kapitalis saat ini, cenderung mengarahkan dan menjebak kita pada pola hidup konsumtif. Membuat kabur perbedaan kebutuhan dan keinginan, sehingga menganggap bahwa keinginan yang sesungguhnya hanya godaan nafsu, menjadi kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi.
Oleh karenanya, semoga saja sedikit penjelasan dan contoh transaksi hutang piutang dalam islam serta perbedaannya dengan kerjasama pada artikel kali ini, dapat memberikan pencerahan dan pemahaman yang lebih baik. Harapannya tentu agar harta kita terjaga dalam kegiatan muamalah yang benar sesuai perintah Allah SWT.
Harta kita akan menjadi investasi dunia dan akhirat, yaitu mampu menjadi rezeki yang penuh dengan keberkahan di dunia, sekaligus menjadi penolong untuk meringankan beban kita di hari penghisaban kelak. Bukan sebaliknya, malah menjadi beban, yang justru akan memperberat timbangan kita nanti.
Semoga kita semua senantiasa diberikan limpahan rezeki yang halal dan berkah. Aamiin yaa Allah, yaa Rabbal ‘aalamin.
Nah, sudah lebih paham hikmahnya Allah melarang RIBA ?
Semoga dapat bermanfaat.
Kebenaran hanya dari Allah SWT, jika ada kesalahan atau kekhilafan dalam artikel di atas, semata-mata terjadi karena kesalahan/kekhilafan penulis pribadi.
Wallahu a’lam bish–shawab.
Dapatkan ebook gratis tentang riba, “RIBA DITENDANG BAROKAH DATANG” di sini.
Sangat membantu. Terima kasih banyak
Sama-sama akhi….terimakasih sudah berkunjung ke web pondokislami