MENDIDIK ANAK SHOLEH DALAM ISLAM. Sahabat pembaca setia Pondok Islam, khususnya yang sudah menjadi orang tua, pendidikan akhlak bagi seorang anak dalam ajaran islam hendaknya sudah dimulai dari usia dini, bahkan sejak masih dalam kandungan. Ketika seorang ibu mengandung, maka sejak itu pulalah sesungguhnya pendidikan akhlak kepada si jabang bayi sudah dimulai, agar kelak anak-anak kita bisa tumbuh menjadi anak-anak sholeh dan sholehah. Perilaku ibu yang sedang mengandung sangat penting untuk dijaga dan diperhatikan dengan baik, karena dapat menjadi stimulus pembelajaran awal kepada jabang bayi agar kelak memiliki akhlak yang mulia.
Mendidik anak agar kelak menjadi anak sholeh/sholehah harus sudah dilakukan sedari kecil. Seorang anak sudah harus diajarkan serta dibiasakan untuk senantiasa melakukan hal-hal kebaikan dimulai dari hal-hal kecil dalam kesehariannya. Begitu pula dengan ibadah dan ajaran agama sudah harus ditanamkan sedini mungkin. Apabila seorang anak dibiasakan untuk melakukan perilaku yang buruk dan tidak mulai dikenalkan dengan berbagai ritual ibadah sedari kecil, maka bisa dipastikan perilaku buruk maupun ketidaktaatannya pada pelaksanaan ibadah-ibadah seorang muslim, akan terbawa hingga ia besar nanti.
Sungguh sulit untuk meluruskannya apabila hal itu terjadi. Artinya, penanaman akhlak kepada anak sudah harus dimulai sedini mungkin dan seyogianya dilakukan oleh setiap orang tua. Jangan biarkan anak tumbuh dan berkembang tanpa pendidikan akhlak dan moral, sebagaimana hadits Rasulullah berikut yang artinya :
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka”(HR Ibnu Majah)
Pendidikan Tauhid merupakan sesuatu yang sangat penting dan menjadi fondasi dasar ketika kita menerapkan pendidikan untuk anak kita. Seperti dilukiskan Allah dalam Al Quran tentang bagaimana seorang ahli hikmah yang bernama Luqman diabadikan dalam surat Luqman yang artinya sebagai berikut :
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS Luqman : 13)
Bagi kita umat Nabi Muhammad SAW, tidak ada contoh terbaik dalam mendidik anak-anak selain mencontoh perilaku kehidupan junjungan kita tersebut. Termasuk juga bagaimana beliau mendidik putra-putrinya hingga kelak menjelma menjadi anak-anak sholeh dan sholehah dan menjadi penerus tongkat dakwah Rasulullah SAW.
Ada tiga perkara yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW dalam memberikan pendidikan kepada putra-putri kita, seperti yang beliau sampaikan dalam hadist sebagaimana sabda Beliau:
“Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara; Mencintai Nabi kalian (Muhammad) mencintai Ahlulbaitnya dan membaca Alquran”. (HR. Al-Dailami)
Meneladani Nabi Muhammad SAW adalah metode paling jitu dalam mendidik anak agar kelak menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Oleh karena itu memperkenalkan pribadi Nabi Muhammad kepada anak-anak kita sejak dini, merupakan salah satu cara untuk menjadikan sosok beliau sebagai idola dan teladan bagi putra-putri kita. Tanamkan akhlak pribadi Nabi Muhammad SAW yang mulia dan agung itu sebagai sosok yang hidup dalam benak mereka dan sangat mereka cintai. Tidak ada sosok manusia yang lebih indah budi pekertinya selain daripada Nabi Muhammad SAW.
Berikut ini adalah kisah nyata inspiratif dari sepasang orang tua yang mencoba menerapkan teladan pendidikan yang dicontohkan Rasulullah dalam mendidik putra-putrinya, hingga mampu membimbing putranya menjadi anak sholeh seperti yang mereka idam-idamkan. Penulis ambil kisah ini dari buku “Terbukti Mendidik Anak Ala Rasulullah Untuk Rajin Beribadah Itu Mudah (True Story Orang Tua Berbagi Kisah)“, karangan Aminah Mustari dkk, penerbit Qultum Media, dengan judul “Sekolah Fathan“.
Semoga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis pribadi khususnya dan pembaca umumnya tentang cara mendidik anak sesuai tuntunan Rasulullah SAW agar kelak menjadi anak sholeh dan sholehah. Aamiin.
************************
“Jangan berharap anak sholeh dan rajin shalat jika orangtua sendiri tak memberikan contoh yang baik kepada anak-anak”
Zaman sekarang ini, para orangtua berlomba-lomba mencarikan sekolah terbaik, terfavorit, bahkan terkenal, yang pastinya biayanya juga mahal, untuk tempat pendidikan anak-anak mereka. Ya, sebagian besar orangtua telah menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi para buah hati mereka. Berbagai, ilmu dan teori mendidik anak pun dicari. Segala metode dan kurikulum mencetak generasi unggulan pun dipraktekkan.
Sayangnya, banyak para orangtua melupakan pentingnya pendidikan anak (janin) dalam kandungan sang ibu. Padahal, mendidik anak itu sejatinya dimulai sejak dini. Ya, sejak ia masih berupa benih. Jika hal ini telah dilakukan maka sebagai orangtua, kita tak akan lagi mengalami rasa kerepotan dalam mendidik anak setelah mereka terlahir ke dunia, terutama untuk menjalankan ibadahnya yang pertama kali.
Mendidik anak dalam kandungan ini bukan hanya dilupakan beberapa orangtua, tetapi bahkan sebagian ibu malah tidak tahu bahwa ada pendidikan usia kandungan yang harus dilakoni anaknya. Akibat kealpaan ini, hasilnya kita bisa lihat begitu banyak anak-anak yang setelah lahir dan mereka mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembangnya, terlebih lagi pemahaman agama serta menjalankan ibadah mereka.
Anak-anak adalah pribadi polos yang selalu membutuhkan contoh dan bimbingan, demikian pula halnya dalam menjalankan ibadah. Kewajiban orangtualah untuk mengenalkan sang anak pada Allah, menjalankan ibadah, penerapan akhlak yang baik, dan berkasih sayang pada sesama. Semua ini akan membantu mendidik anak menjadi anak yang sholeh/sholehah dan sang anak lebih cepat tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia, cerdas secara intelektual, dan pribadi yang menyenangkan bagi sesama.
Inilah kisah nyata seorang anak kecil yang terlahir dengan persiapan pendidikan dalam kandungan yang cukup matang. Kisahnya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi para ibu yang saat ini sedang mengandung. Sungguh, pendidikan anak dalam kandungan adalah cara cepat untuk membuat anak pintar dalam segala hal setelah mereka lahir ke dunia, termasuk di dalamnya soal ibadah.
Bocah itu bernama Fathan (bukan nama sebenarnya). Ia terlahir ke dunia dengan jalan operasi karena sang ibu telah mengalami pecah ketuban sehari sebelum bayi keluar. Dulu, sewaktu ia masih dalam kandungannya, ibunya memiliki kurikulum khusus untuk menyekolahkan Fathan. Sekolah tanpa gedung tentunya,“sekolah dalam kandungan”. Kurikulum khusus tersebut berisi materi-materi pembelajaran apa saja yang harus disampaikan ke anak sesuai dengan usia kandungan, bahkan sampai kepada jenis makanan apa saja yang terbaik yang harus diberikan kepada anak berdasarkan usia kandungan.
Ibu Fathan adalah seorang yang cukup komitmen untuk menyekolahkan Fathan sejak usianya belum genap satu bulan di dalam kandungan. Dibantu ayah Fathan, sepasang suami istri tersebut setiap pagi selalu rutin menyekolahkan Fathan. Istilah “menyekolahkan” mereka buat sendiri agar proses pembelajaran terhadap calon buah hati mereka tersebut menjadi sesuatu yang harus rutin dilakukan. Program sekolah yang ditetapkan diisi dengan mengajarkan banyak hal, di antaranya mengajak jabang bayi berdialog, menyebutkan huruf-huruf Al-Quran, dan membacakan ayat-ayat Al Quran. Jika waktu shalat tiba, sang ibu dengan ceria berucap, “Nak, itu azan, kita wudhu dan shalat, ya.” Sebuah ajakan ringan tiap kali terdengar azan dan datang waktu shalat.
Kebiasaan lain dari ibu Fathan adalah membangunkan Fathan yang masih dalam kandungan setiap saat ia bangun malam untuk menunaikan shalat malam bersama suaminya. Biasanya, Ibu Fathan akan berkata sambil mengusap perutnya, “Nak, kita bangun ya. Shalat malam.” Inilah pekerjaan rutin yang dilakukan si ibu, selama hampir sembilan bulan lebih usia kandungan yang dijalaninya.
Kerja keras yang dilakukan oleh sepasang suami istri tersebut dalam mendidik nilai-nilai agama terhadap anaknya sejak usia kandungan pun akhirnya berbuah. Setelah Fathan lahir, bocah ini menjadi lebih peka saat mendengar azan. Belum genap usianya dua tahun, Fathan sudah rajin berwudhu saat mendengarkan lantunan azan. Tidak hanya itu, ia pun bergegas shalat dengan gaya khas anak kecil. Fathan sudah rajin ibadah tanpa rasa malas saat mendengarkan suara azan meskipun belum wajib baginya melaksanakan ibadah tersebut. Sebuah kebiasaan unik yang jarang dilakukan oleh bocah seusianya.
Orang-orang di sekitar rumah Fathan bahkan hampir menganggap bocah tersebut aneh. Pasalnya, anak ini juga terbilang lebih cepat mengerti dan paham dengan apa yang diucapkan sang ibu, mirip orang dewasa yang sudah mengerti pembicaraan orang lain. Misalnya saja jika dilarang bermain sesuatu.
“Fathan, kalau kamu main pisau, nanti tanganmu luka dan berdarah, Nak,” ujar sang ibu. Bocah ini pun cukup paham dengan satu kali nasihat ibunya. Keesokan harinya bukan hanya ia tidak bermain pisau lagi, ia bahkan menasihatinya teman-temannya yang ingin bermain pisau.
“Jangan main pisau, nanti tangannya luka,” ujar Fathan pada teman-temannya.
Ibu Fathan hampir tak punya pengalaman sulit dalam mendidik sang anak untuk melakukan ibadah pada usia-usia yang membutuhkan bimbingan. Tidak hanya ibadah wajib. Jika malam tiba, Fathan menjadi lebih rajin daripada orangtuanya. Ia terbangun lebih dulu pada jam-jam orang bangun untuk menjalankan shalat malam. Ia bangun dan membangunkan orangtuanya untuk segera qiyamullail. Subhanallah, sungguh luar biasa !
Ibu Fathan telah melakukan pekerjaan besar mendidik anak untuk cinta kepada Sang Khalik, selama sembilan bulan dalam kandungan. Oleh karena itu, wajar apabila saat ini anaknya tumbuh menjadi anak yang sholeh dan seorang anak yang lebih pintar dari anak seusianya. Ia pun sudah terbiasa menjalankan ibadah tanpa harus disuruh-suruh secara tegas oleh orangtuanya. Kepekaan Fathan dalam menjalankan ibadah telah dibangun sejak ia berada di dalam rahim ibunya.
Inilah pekerjaan rumah yang cukup panjang untuk para ibu yang memang ingin anaknya kelak menjadi anak sholeh, dan seorang ahli ibadah. Melakukan upaya pendidikan agama sejak diusia kandungan adalah cara cerdas untuk mengurangi beban sulit para ibu dalam mengajarkan ibadah pada anak-anaknya setelah mereka terlahir ke dunia. Menghabiskan energi untuk mengajari anak-anak beribadah setelah mereka lahir ke dunia terkadang kurang efektif dan lebih beresiko mengalami kegagalan dibandingkan dengan upaya pengajaran yang kita lakukan saat mereka masih berada di dalam kandungan.
Sungguh, orangtua adalah teladan anak dalam menjalankan ibadah. Kisah keberhasilan seorang Fathan tumbuh menjadi seorang anak sholeh yang rajin melaksanakan ibadah tidak lepas dari perang orangtua, yang senantiasa memberikan contoh serta teladan dalam beribadah dan memahami agamanya. Sayangnya, saat ini kebanyakan dari orangtua hanya ingin anaknya saja yang menjalankan ibadah, sementara dirinya gagal menjadi contoh yang baik di dalam rumah tangga, dalam menjalankan ibadah, dan memahami agama. Orangtua, terutama ibu, banyak yang tidak sadar bahwa pengajaran paling efektif terhadap anak adalah melalui keteladanan, memberikan contoh, termasuk dalam hal urusan ibadah. Jangan berharap anak akan rajin shalat jika orangtua sendiri tak memberikan contoh yang baik kepada anak-anak.
Sugiarti, S.Si.
*****************************
Itulah secuplik kisah dari orang tua yang telah berhasil mengemban tugas besar dalam mendidik anaknya untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak sholeh yang memiliki ketaatan kepada Allah SWT dan sosok pribadi yang cerdas serta pintar dan ahli ibadah.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu kebaikan. Anak-anak kita adalah investasi berharga untuk akhirat kita sebagai orang tua. Oleh karenanya mari kita segera bebenah, memperbaiki diri untuk menjadi orang tua yang sholeh dan sholehah agar mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi mereka, putra-putri kita tercinta.
Aamiin.
Wallahu’alam bishawab.